• Beranda
  • Berita
  • Terdakwa penganiaya istri hingga tewas dituntut 14 tahun

Terdakwa penganiaya istri hingga tewas dituntut 14 tahun

5 September 2019 16:09 WIB
Terdakwa penganiaya istri hingga tewas dituntut 14 tahun
Ilustrasi tersangka kejahatan. ANTARA/M Taupik Rahman
Zulfikar Abdullah alias Fikar (29), terdakwa penganiaya istrinya Nur Nabila Nawali hingga tewas pada 7 Maret 2019 di tempat indekosnya kawasan STAIN, Negeri Batumerah, Kecamatan Sirimau, Ambon, Maluku, dituntut 14 tahun penjara.

"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa secara sah meyakinkan terbukti bersalah melanggar pasal 44 ayat (3) UU nomor 20 tahun 2012 tentang kekerasan dalam rumah tangga," kata JPU Kejaksaan Negeri Ambon, Hendrik Sikteubun, di Ambon, Kamis.

Terdakwa juga dituntut melanggar pasal 351 ayat (3) KUH Pidana. Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN setempat, Syamsudin La Hasan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Jenny Tulak selaku hakim anggota.

Yang memberatkan terdakwa dituntut penjara karena perbuatan KDRT terhadap isterinya sudah dilakukan berulang kali dan berujung pada kematian korban.

Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum.

Terdakwa Fikar adalah suami korban yang telah menikah sejak 2015 dan menempati kamar indekos milik Ali Jodi di kawasan STAIN Wara, dan selama empat tahun menikah, terdakwa selalu melakukan kekerasan dan menganiaya korban.

Juga baca: Pembunuh istri di Kramat Jati dijerat pasal perlindungan anak

Juga baca: Polisi Pekanbaru tangkap pria pembunuh istri

Juga baca: Pengadilan vonis mati pasangan suami istri pembunuh eks wartawan

Korban sebelum dianiaya hingga meninggal dunia pada 7 Maret 2019, dia pernah menceriterakan masalah rumah tangganya kepada paman korban di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada September 2018 kalau dirinya sering mengalami KDRT yang dilakukan suaminya.

"Korban saat itu sempat mengirimkan beberapa foto kondisi dirinya yang luka-luka kepada pamannya maupun kakak kandung korban yang berada di Jepang," kata jaksa.

Kakak korban kemudian meminta bantuan ayah dan saksi Leonora Latuheru untuk melihat keadaan korban, namun saat itu, ayah dan saksi Leonora tidak berada di Ambon.

Kemudian pada 7 Maret 2019, korban yang bekerja di ACC Passo dijemput terdakwa dengan sepeda motor, lalu setiba di tempat indekos, terdakwa mengatakan beras mereka sudah habis.

Setelah itu, terdakwa mengatakan akan pergi ke Pondok Mama Dila untuk bermain game, namun saat tiba di sana tidak ada teman-temannya, sehingga dia menuju rumah Fadli untuk bermain game.

Korban kemudian menelepon terdakwa dan menanyakan dimana posisinya, lalu terdakwa menjawab sedang bermain game di Pondok Mama Dila, namun korban mengatakan terdakwa bohong.

Menurut JPU, terdakwa kemudian membalas korban dengan kata cacian dan makian, lalu pulang ke kamar indekosnya namun istrinya tidak ada dan sementara duduk di samping rumah Ridwan Odar.

Korban memarahi serta memaki terdakwa dan keduanya terlibat perang mulut, sehingga korban diajak suaminya kembali ke kamar indekos dan di situ lah terdakwa menendangi korban berulang kali.

Juga baca: Suami pembunuh istri hamil diringkus setelah dua tahun buron

Juga baca: Si pembunuh istri di Cirebon depresi

Juga baca: Pembunuh istri dan anak bisa dipidana mati

Terdakwa juga menendang dan menginjak-injak belakang kepala korban yang dalam posisi tidur menyamping menghadap tembok, sehingga korban bangun tetapi ditampar dari arah pipi kiri sehingga kepala kanan korban membentur dinding serta juga dicekik lehernya.

Selang tiga menit kemudian, terdakwa keluar dari kamar indekos dan melihat istrinya dalam posisi tengkurap di lantai dan tidak sadarkan diri serta muntah dan mengeluarkan busa dari hidung.

"Melihat kondisi korban, terdakwa memanggil Ridwan Odar bersama Musdadi Banyal, lalu mereka membawa korban ke RS Bhayangkara Tantui, namun korban sudah meninggal dunia," kata jaksa.

Kasus KDRT dan penganiayaan istri hingga tewas ini awalnya beredar cerita korban mengalami overdosis obat yang diminum sebelumnya, namun polisi berhasil mengungkap peristiwa pidana tersebut.

Pihak keluarga korban juga menyetujui dilakukan autopsi luar dan dalam, sehingga dari hasil visum et repertum dokter RS Bhayangkara Ambon diiketahui korban tewas akibat benturan keras serta adanya tanda-tanda kekerasan fisik.

Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Alfred Tutupary.
 

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019