• Beranda
  • Berita
  • Pengamat sebut pemahaman akan bacaan penting untuk kemampuan literasi

Pengamat sebut pemahaman akan bacaan penting untuk kemampuan literasi

6 September 2019 21:57 WIB
Pengamat sebut pemahaman akan bacaan penting untuk kemampuan literasi
Arsip foto. Seorang pengunjung menyaksikan salah satu koleksi buku sejarah dalam pameran lintasan literasi sejarah nasional pada Gerakan Melek Sejarah (Gemes) di Museum BPK Magelang. (ANTARA/Heru Suyitno)

Yang penting itu bukan di aksaranya, tapi literasinya. Orang bisa saja mengeja gizi seimbang tapi tidak mengerti apa itu gizi seimbang

Pengamat pendidikan Weilin Han menyebut kemampuan literasi tidak hanya didasarkan pada kemampuan membaca aksara tapi juga kemampuan untuk memahami dan melaksanakan apa yang dibaca. 

"Yang penting itu bukan di aksaranya, tapi literasinya. Orang bisa saja mengeja gizi seimbang tapi tidak mengerti apa itu gizi seimbang," ujar Weilin ketika dihubungi di Jakarta, Jumat. 

Menurut anggota tim revisi kurikulum 2013 itu, pencapaian Indonesia untuk menekan angka buta huruf bagus. Namun, yang lebih penting adalah kemampuan literasi untuk memahami yang dibaca.

Baca juga: Masuk zona merah alasan Hari Aksara digelar di Sulsel

Dia mengambil contoh bagaimana masih banyak orang yang percaya akan hoaks menunjukkan kalau orang-orang bisa membaca aksara tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Pentingnya literasi, ujar dia, dapat dilihat dari bagaimana pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Gerakan itu diluncurkan secara resmi pada 2017 dan memilki tiga turunan program yaitu Gerakan Literasi Keluarga, Gerakan Literasi Masyarakat dan Gerakan Literasi Sekolah.

Baca juga: Geliat pemuda kota ajar literasi di Tanjung Serayan

Pentingnya kemampuan literasi juga ditegaskan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando yang mengatakan kemampuan membaca alfabet adalah tingkat paling dasar dalam pembangunan manusia dan harus didukung dengan kemampuan lain.

"Harus diikuti dengan kemampuan lain seperti memahami yang tersirat dan tersurat, kemampuan mengemukakan gagasan, ide dan teori baru. Dan yang namanya literasi akhirnya adalah kemampuan menciptakan barang dan jasa yang bermutu," ujar dia. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat buta aksara di Indonesia turun pada 2018, hingga hanya sekitar 2,07 persen penduduk yang tidak bisa membaca atau melek aksara.

Baca juga: Demonstrasi GMNI Jember peringati hari aksara ricuh
 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019