Tracking system, reporting system, juga termasuk mengelola ruang muatnya, sehingga kalau terjadi (pelanggaran) kemudian jalan, kita bisa monitor dan close
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan akan mengembangkan sistem pelacak posisi kapal untuk mengawasi pelayaran kapal perintis.
“Ke depan, kita akan siapkan IT (teknologi informasi) kerja sama antara Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut dengan PT Telkom, ” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Agus Purnomo saat membuka Rapat Koordinasi Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut di Jakarta, Senin.
Agus menyebutkan kalau konsumen naik Gojek atau Grab, bisa di-track (lacak) posisinya di mana.
"Ternyata Telkom sudah menyiapkan untuk ‘tracking’ kapal bisa dari telepon pintar sehingga monitor bisa dilakukan kawan-kawan di daerah," katanya.
Baca juga: PT Pelni tambah tiga kapal perintis layani Papua
Agus mengungkapkan pemasangan alat pelacak tersebut karena banyaknya Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tidak merespons apabila ada kapal-kapal perintis yang terlambat datang atau tidak sesuai jadwal.
Saat ini koordinasi masih dilakukan secara manual antara UPT di daerah dengan Kemenhub di pemerintah pusat dan hal tersebut rentan terhadap pelanggaran.
“Ada masukan ke kita, enggak pernah ada respons dari daerah. Kawan-kawan di UPT respon dong, dimonitor itu komplainnya langsung,” kata Agus di depan Kepala UPT seluruh Indonesia.
Untuk itu, dengan mengembangkan teknologi, Agus menilai bisa menghemat anggaran dari APBN terutama untuk angkutan perintis.
“IT ini mesti enggak sempurna, supaya uang sebesar hampir Rp3,5 triliun ini dimanfaatkan untuk masyarakat banyak,” katanya.
Baca juga: Kemenhub kenalkan program Syahdu untuk wujudkan keselamatan pelayaran
Berdasarkan data Kemenhub, pagu anggaran untuk kapal perintis pada 2019 mencapai Rp1,07 triliun dengan pola subsidi operasional kapal.
Rinciannya, sebanyak Rp767,06 miliar untuk operator kapal swasta dan Rp308,92 miliar untuk penugasan PT Pelni (Persero).
Selain jadwal pelayaran kapal perintis, yang akan termonitor oleh sistem pelacak tersebut termasuk pencatatan jenis barang dan jumlah penumpang.
Hal itu akan memudahkan untuk pengawasan, apabila ditemukan ketidakaesuaian antara jadwal serta manifest penumpang dan bisa dengan segera dicegah.
“‘Tracking system, reporting system’ juga termasuk mengelola ruang muatnya. Sehingga kalau terjadi (pelanggaran) kemudian jalan kita bisa monitor dan close,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Wisnu Handoko menjelaskan sistem pelacak secara digital itu akan menggunakan Vessel Management System (VMS).
“Kita memang akan kembangkan VMS, ini kita kombinasikan antara men-tracking kapal. Selama ini sudah kita lakukan dan tahu di mana mereka berlayar ada di pelabuhan mana,” katanya.
Namun, dengan VMS bisa mengetahui jumlah penumpang yang naik dan turun di setiap pelabuhan di mana kapal berhenti.
“Tetapi, dengan VMS kita bisa kombinasikan berapa jumlah penumpang yang naik di atas kapal berapa yang turun. Satu trayek untuk satu kapal kan bisa sampai delapan sampai 10 pelabuhan. Kalau enggak dibantu akan sulit,” katanya.
Adapun, kapal perintis yang dioperasikan 2019 sebanyak 113 kapal, 46 di antaranya dioperasikan PT Pelni dan 97 kapal dioperasikan swasta.
“Kita bagi ada yang ke kita serahkan anggarannya, ada yang kita titipkan di daerah-daerah,” ujar Wisnu.
Baca juga: INSA minta keringanan penerapan sistem identifikasi otomatis kapal
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019