Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) meminta keringanan dalam penerapan sistem identifikasi otomatis (AIS) kapal, yang salah satunya hanya untuk kapal berkapasitas 300 GT ke atas.Rekomendasi dari INSA ikut aturan IMO yang wajib yang 300 GT ke atas saja
Sekretaris Umum INSA Budi Halim dalam diskusi "Melinik Kesiapan Penrapan AIS" di Jakarta, Selasa menuturkan pihaknya lebih menyetujui berdasarkan aturan Organisasi Maritim Internasional (IMO), yakni diberlakukan hanya untuk kapal berukuran 300 GT ke atas.
"Rekomendasi dari INSA ikut aturan IMO yang wajib yang 300 GT ke atas saja," kata Budi.
Ia juga meminta penghapusan sanksi, yakni kapal tidak boleh dapat surat berlayar bila tidak memasang AIS.
"Padahal ada radio dan VTS yang lain. Yang berat lainnya, nakhoda yang tidak mengaktifkan AIS maka lisensinya akan dicabut. Ini artinya kapal tidak bisa berangkat," bebernya.
Terlebih, menurutnya, dalam ketentuan IMO, hanya kapal dengan panjang 15 meter ke atas, yang wajib dipasang AIS. Artinya, tidak diatur mengenai ketentuan GT.
Kewajiban pemasangan AIS merujuk pada Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia per 20 Agustus 2019.
Namun, menurut Budi, PM 7/2019 yang mengacu pada IMO Resolution A.1052 (27) 30/11/2011 sudah tidak valid karena digantikan dengan IMO Resolution A.1119 (30).
"PM 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal berukuran 35 GT ke atas, rujukannya IMO juga sudah menghapus dan mengganti aturan yang dijadikan rujukan oleh PM 7 itu," ujarnya.
Kendati demikian, bukan berarti INSA menolak secara mutlak penerapan regulasi ini. Dia menegaskan, INSA hanya keberatan pada sejumlah poin aturan.
"INSA pada prinsipnya setuju dan tidak keberatan, namun sangat bijaksana bila aturan ini bisa lebih ringan dan tidak memberatkan," tuturnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Kenavigasian Basar Antonius menjelaskan bahwa negara berhak menentukan sendiri peraturan sesuai dengan kondisi kelautan yang berkaitan dengan keamanan serta keselamatan pelayaran.
Ia menuturkan bahwa kebanyakan kapal-kapal yang membuang limbah sembarangan serta kapal ikan yang mengalami kecelakaan merupakan kapal-kapal berukuran kecil.
Karena itulah yang menjadi dasar penerapan untuk kapal penumpang minimal 35 GT dan kapal ikan 60 GT.
"Kalau kapal yang kena konvensi IMO 300 GT hukumnya wajib, selain itu negara berhak mengatur sesuai dengan alasan teknis, keselamatan pelayaran," katanya.
Baca juga: Dirjen: Penerapan AIS kapal agar laut tak seperti hutan belantara
Baca juga: 70 persen kapal INSA Tarakan terpasang alat identifikasi otomatis
Baca juga: Kemenhub nilai pemasangan sistem identifikasi kapal untuk keselamatan
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019