"Petani tembakau di Sumenep dan beberapa wilayah Madura selalu mempunyai masalah yang tidak pernah selesai, karena tidak adanya regulasi soal harga, sehingga selalu dirugikan," kata Samukrah dikonfirmasi dari Surabaya, Senin.
Samukrah yang ditanya mengenai persoalan rendahnya serapan tembakau saat panen di beberapa wilayah Madura, khususnya Sumenep mengakui, kontribusi tembakau dari wilayah Madura ke Jatim cukup besar, sekitar 55 persen, namun petani selalu dirugikan mengenai harga.
Baca juga: APTI berharap kemitraan jadi syarat izin impor tembakau
"Yang kami inginkan adalah pembelian dengan harga tinggi di saat hasil bagus pada musim panen berlangsung, dan tidak menunggu terlalu lama karena akan menurunkan kualitas dan harga," katanya.
Sebelumnya, kata dia, sejumlah petani di Sumenep menggelar aksi yang bertujuan mendorong agar tembakau mampu terjual dengan harga tinggi saat panen berlangsung, namun kenyataannya penyerapannya cukup rendah.
Baca juga: APTI minta pemerintah sejahterakan petani tembakau
"Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang jelas di tingkat provinsi agar harga tembakau tidak dipermainkan oleh perusahaan, dan lagi-lagi petani dirugikan dengan hasil panennya," katanya.
Ia menyebutkan, keberadaan lahan tembakau di Sumenep mencapai 22 ribu hektare dan hasil panen tahun 2019 diprediksi mencapai 12 ribu ton, atau separuh lebih hasil panen tembakau Madura disumbang Sumenep.
Sementara itu, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (Dispertahortbun) Kabupaten Sumenep mencatat, produksi tembakau rajangan tahun 2019 diperkirakan mencapai 8.600 ton, data itu diketahui dari luas area tanaman tembakau mencapai 14.337 hektare atau setara 67 persen dari ploteng area tembakau tahun 2019 sebanyak 21.893 hektare.
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019