"Pindah ibu kota negara itu ada dua hal yang disiapkan, pertama tempat tinggal baru dan kedua menyelesaikan persoalan di ibu kota lama," kata Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kata dia, menunjukkan bahwa hampir 95 persen sungai di Jakarta tercemar berat. "Jika ibu kota tetap jadi dipindahkan ke Kalimantan Timur maka persoalan tersebut tidak bisa hanya dibebankan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja", ujarnya.
Baca juga: Bangun ibu kota tanpa rusak lingkungan
Baca juga: Ibukota pindah, pengamat: Kepadatan populasi di Jawa harus ada solusi
Jika kedua aspek tersebut tidak disiapkan atau dilaksanakan oleh pemerintah pusat, Teguh Surya mengkhawatirkan konsep ibu kota baru ramah lingkungan tidak akan tercapai
dan persoalan lingkungan di Jakarta pun tetap terjadi. "Jangan sampai dua-duanya kita tidak dapat," katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah pusat agar bisa komitmen di dua aspek tersebut untuk mencapai keseimbangan pembangunan dan lingkungan.
Selain pencemaran sungai, masalah sampah di Ibu Kota Jakarta juga harus menjadi perhatian serius oleh semua pihak karena kondisinya terus memprihatinkan. Apalagi, beberapa tahun ke depan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang sudah tidak bisa menampung limbah.
Secara umum ia melihat rencana pemindahan ibu kota merupakan momentum Indonesia untuk membangun suatu daerah baru tanpa harus merusak lingkungan atau eksploitasi secara berlebihan.
"Indonesia harus tunjukkan sebagai salah satu negara besar bisa membangun tanpa merusak, itu yang ingin kami lihat dari pemerintah," katanya.
Baca juga: Indef: pemerataan Jawa dan luar Jawa tak perlu pindah ibu kota
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019