Hal ini disampaikan oleh pemilik hak ulayat di distrik Subur Justinus Gambenop saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.
"Kami bahkan belum pernah bertemu sekali pun dengan mereka (LSM), tapi mereka tiba-tiba bisa bicara kalau kami dilanggar haknya," ujar Justinus.
Justinus melanjutkan, masyarakat di desanya telah merasakan dampak sosial dan ekonomi pasca hadirnya Korindo. Mulai dari pembangunan sarana umum berupa akses jalan, klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah hingga pemberdayaan masyarakat melalui rekrutmen masyarakat setempat untuk menjadi karyawan.
Baca juga: Mighty Earth beberkan temuan deforestasi
Baca juga: FSC tunda laporan deforestasi
Lebih lanjut, Justinus menegaskan, dengan beredarnya isu tersebut, terjadi friksi di tengah masyarakat desa, yang pro dan kontra terhadap hadirnya Korindo.
"Sekali lagi, mereka tidak pernah sekali pun datang, tapi isu tersebut telah menyulut konflik antarwarga," ungkapnya.
Ditemui di Jakarta, Sustainability Manager Korindo Group Luwy Leunufna mengingatkan kepada LSM terkait bahwa usaha kelapa sawit Korindo di Boven Digoel sebagai bentuk dukungan sektor swasta untuk wujudkan visi Nawa cita, atau membangun Indonesia dari pinggiran.
"Kami sangat menyayangkan 'perhatian' yang berlebih dari LSM asing terhadap upaya sektor swasta mendukung pemerataan pembangunan di Indonesia, nantinya malah akan menghancurkan masyarakat setempat," kata Luwy.
Lebih lanjut, dirinya mengajak seluruh pihak yang merasa terganggu dengan operasi bisnis Korindo di Papua, untuk duduk bersama dan berdialog untuk mencari solusi terbaik guna wujudkan pemerataan pembangunan dan kelestarian lingkungan.
"Kami sangat terbuka untuk diskusi membangun solusi, bukan menambah masalah," katanya.*
Baca juga: Masyarakat Gane merasakan dampak kehadiran PT GMM
Baca juga: GMM dorong kemajuan daerah pelosok Halmahera Selatan
Pewarta: Aditia Maruli dan Primasatya
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019