"Kondisi transportasi umum DKI Jakarta begitu-begitu saja, penurunan angkutan umum masih di kisaran 20 persen dan kondisi layanannya masih belum terintegrasi penuh," kata Yayat saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, mendorong masyarakat kelas menengah untuk mau menggunakan transportasi publik di DKI Jakarta agak sulit terlebih dengan adanya kebijakan peluasan ganjil-genap.
Masyarakat masih mengandalkan angkutan pribadi untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya atau beraktivitas kerja.
Baca juga: Perluasan ganjil-genap, Organda sarankan angkutan umum direvitalisasi
Baca juga: 1.904 kendaraan ditilang di hari pertama perluasan ganjil genap
Baca juga: Pengusaha kurir sepeda Jakarta dukung ganjil genap
Yang diperlukan oleh Jakarta saat ini agar masyarakat tersebut mau beralih ke transportasi massal adalah integrasi dan sinergi antarmoda transportasi dan platform.
"Jadi orang itu bisa pindah tanpa harus bersusah payah dan tanpa harus mengeluarkan biaya bertambah," kata Yayat.
Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 telah memperluas kebijakan ganjil-genap di 25 titik.
Perluasan ganjil-genap ini, menurut Yayat, merupakan skenario tata ruang yang sudah cukup lama dipersiapkan. Hanya saja belum pernah dijalankan karena kebijakan tata ruang berbeda dengan kebijakan transportasi.
Salah satu tujuan penerapan ganjil-genap adalah mendorong masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum sehingga mengurangi kemacetan dan menurunkan angka polusi ibu kota.
Dua hari kebijakan perluasan ganjil-genap diberlakukan ribuan kendaraan di DKI Jakarta ditilang karena melanggar aturan itu. Bahkan penjualan plat nomor palsu juga semakin ramai dipesan.
"Kenapa kondisi Jakarta bisa begini karena kita tinggal di kota yang dirancang di masa lalu tapi masih dipakai sekarang," kata Yayat.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019