• Beranda
  • Berita
  • Kemenkumham sinergikan program bantuan hukum dengan MA

Kemenkumham sinergikan program bantuan hukum dengan MA

11 September 2019 14:23 WIB
Kemenkumham sinergikan program bantuan hukum dengan MA
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, Mohamad Yunus Affan, besersama para pemangku kepentingan dalam kegiatan Konferensi Nasional Bantuan Hukum II, di Sanur, Denpasar, Rabu. (Antara/Ayu Khania Pranisitha/2019)
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, Mohamad Yunus Affan, mengatakan dengan keberadaan Kabupaten/Kota di Indonesia yang belum ada lembaga bantuan hukumnya untuk itu perlu adanya sinergi antara Kementerian Hukum dan HAM yang menjalankan program kegiatan bantuan hukum dengan Mahkamah Agung yang menjalankan program kegiatan pembebasan biaya perkara hukum.

"Menyikapi Kabupaten/Kota yang belum ada Bantuan Hukumnya jadi perlu sinergikan antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Mahkamah Agung, dikarenakan Kemenkumham dalam program bantuan hukum membiayai jasa-jasa hukum para pemberi bantuan hukum yang mendampingi orang atau kelompok orang miskin. Sedangkan Mahkamah Agung memberikan pembebasan biaya perkara kepada orang miskin atau kelompok orang miskin yang di dampingi oleh PBH itu," ucap Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum, Mohamad Yunus Affan, dalam kegiatan Konferensi Nasional Bantuan Hukum II Bali di Denpasar, Rabu.

Baca juga: Kemenkumham sarankan PT Pos Indonesia perbaiki kinerja
Baca juga: Kemenkumham tindak tegas petugas keluarkan narapidana dari penjara


Selain permasalahan sebaran pemberi bantuan hukum di setiap Kabupaten/Kota tersebut, Yunus menyebutkan perlu adanya kemudahan akses bantuan hukum di setiap tingkat peradilan yang diantaranya di tingkat kepolisian sampai dengan pengadilan.

"Kepolisian diharapkan memberikan ruang bagi advokat dan paralegal ketika memberikan pendampingan kepada penerima bantuan hukum dalam hal ini orang atau kelompok orang miskin," jelasnya.

Menurutnya, pengadilan pun memiliki peran yang penting dalam kemudahan akses bantuan hukum selain kegiatan yang sudah ada yakni pos layanan hukum disetiap pengadilan yaitu layanan pembebasan biaya yang telah tertuang dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan.

Disamping itu, Sekretaris Mahkamah Agung RI, Ahmad Setyo Pudjoharsoyo mengungkapkan bahwa terkait dengan bantuan hukum untuk masyarakat tidak mampu sejak berdirinya pengadilan sudah terbentuk yang disebut hukum prodeo.

"Sejak berdirinya pengadilan juga sudah ada bantuan hukum prodeo untuk perkara - perkara perdata, kemudian untuk perkara pidana pun juga ada
nah kemudian saat ini untuk MA itu ada dua hal yang penting di dalam bantuan hukum yang pertama adalah pos bantuan hukum untuk berkantor di pengadilan ya kita sediakan dan itu berupa pemberian layanan advokasi atau non litigasi dan kedua berupa bantuan hukum yang bersifat nya litigasi itu sendiri itu juga diberikan kepada masyarakat kecil," jelas Ahmad Setyo.

Pihaknya menambahkan bahwa dilihat dari tim di Pengadilan ada dua bantuan hukum yaitu bantuan hukum di bidang perkara perdata dan bantuan hukum di bidang perkara pidana, untuk keduanya berjalan dan anggaran juga tersedia di Mahkamah Agung. Jadi bagi pos bantuan hukum yang diberikan bantuan hukum adalah untuk yang non litigasi. Sedangkan, kata Ahmad Setyo yang memerintah itu adalah pelayanan litigasi nya sendiri.

"Di sisi lain kami juga memberikan layanan kepada litigasi atau proses persidangan ya tapi itu anggarannya sepenuhnya dari pemerintah yang semula dulu pernah ada di MA tetapi sejak tahun 2011 atau 2010 ditarik semua yang litigasi kepemerintahan semuanya. Jadi yang ada di kita hanya untuk non litigasi atau lebih ke sifat advokasi memberikan nasehat, pelayanan konsultasi dan juga penyusunan gugatan dan itu pun dilakukan oleh pos bantuan hukum yang ada di Mahkamah Agung," katanya.

Di waktu yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Idianto menuturkan bahwa sudah sejak lama Organisasi Bantuan Hukum (OBH) masuk ke pengadilan untuk memberikan layanan bantuan khusus dalam perkara-perkara di pengadilan.

"Kita sudah ada MOU antara Mahkamah Agung, kepolisian dan Kejaksaan dalam hal bantuan hukum ini, ketentuan di KUHP ancaman mati atau 15 tahun ke atas itu wajib didampingi tapi dengan kita ada dalam MOU ini yang 5 tahun kebawah pun kita dampingi jadi betul-betul kita memperhatikan orang-orang miskin yang berhadapan dengan hukum,"kata Idianto.

Ia menambahkan bahwa untuk daerah yang memberikan kesempatan bantuan hukum ketika memasuki tahap dua, dan perkara penyidiknya dari instansi lain maka dari proses tahap dua itu, pihaknya akan meminta bantuan hukum dalam penanganan baik perkara pidana maupun perdata.

Baca juga: Imigrasi dan Polri tingkatkan sinergi pengawasan WNA
Baca juga: Kacab Rutan Calang dicopot terkait penangkapan napi di luar penjara

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019