Kholiq di Purworejo, Rabu, mengatakan bahwa Kabupaten Purworejo merupakan satu di antara 21 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2020.
"Tahapan pesta demokrasi tersebut akan dimulai akhir bulan ini. Bawaslu Kabupaten Purworejo telah melakukan persiapan-persiapan, yakni merancang program pengawasan, termasuk juga mengajukan kebutuhan anggaran ke Pemkab Purworejo," katanya.
Ia menuturkan bahwa pihaknya sudah mengajukan proposal permohonan dana hibah untuk kegiatan pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkab Purworejo.
Baca juga: KPU usulkan anggaran Pilkada Sumbar 2020 sebesar Rp143,7 miliar
“Anggaran kami susun berdasarkan prinsip-prinsip penatausahaan keuangan yang efektif dan efisien. Total kebutuhannya mencapai Rp17.224.347.400,00,” jelas Kholiq.
Dibanding anggaran pengawasan Pilkada 2015, kata dia, mengalami kenaikan sekitar 184 persen. Pada tahun 2015, pengawasan pilkada dialokasikan anggaran sebesar Rp6.044.787.700,00.
Kenaikan tersebut, menurut Kholiqm disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yang paling krusial adalah adanya organ pengawas baru, yaitu pengawas tempat pemungutan suara (PTPS), sedangkan pada tahun 2015 hanya sampai PPL di tingkat desa.
Padahal, jumlah PTSP pada Pilkada 2020 direncanakan sebanyak 1.750 orang, atau sesuai dengan jumlah TPS. Di tingkat kabupaten, status kelembagaan juga mengalami perubahan, dari ad hoc menjadi permanen.
Menurut dia, perbedaan lain yang berimplikasi terhadap kebutuhan anggaran, antara lain, kelembagaan sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu).
Sejak Pemilu 2019, kelembagaan sentra gakkumdu harus difasilitasi oleh Bawaslu Kabupaten Purworejo. Menyangkut soal penanganan pelanggaran pidana, fasilitasi saksi ahli, persidangan, dan kebutuhan lainnya dalam penindakan pelanggaran.
Baca juga: KPU Kota Semarang ajukan anggaran Pilkada Rp71,5 miliar
Selain itu, perbedaan lainnya dengan Pilkada 2015 adalah terkait dengan kewenangan bawaslu dalam penyelesaian sengketa proses. Kewenangan baru ini disebut sebagai fungsi quasi peradilan, yakni output-nya adalah putusan.
Potensi terjadinya perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi juga akan melibatkan bawaslu yang diberikan legal standing sebagai pihak pemberi keterangan.
"Pengalaman kami dalam sidang PHPU di MK pada Pemilu 2019, kebutuhan anggarannya tidak sedikit. Ini terkait dengan penyiapan alat bukti. Kalau ini tidak disiapkan dalam perencanaan anggaran, akan repot nantinya," katanya.
Faktor lainnya ada kewajiban bawaslu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengawasan partisipatif.
"Desainnya tentu melalui kegiatan sosialisasi kepada pemangku kepentingan untuk terlibat dalam kegiatan pengawasan pemilu," katanya.
Baca juga: KPU Depok ajukan anggaran Pilkada Rp64 miliar
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019