• Beranda
  • Berita
  • Pembahasan Haluan Negara di MPR mengerucut pada dua opsi

Pembahasan Haluan Negara di MPR mengerucut pada dua opsi

16 September 2019 16:19 WIB
Pembahasan Haluan Negara di MPR mengerucut pada dua opsi
Ketua Fraksi PPP MPR RI Arwani Thomafi (tengah), Anggota Fraksi Partai Demokrat MPR RI Syarif Hasan (kiri), dan Anggota DPD RI terpilih Fadel Muhammad (kanan), pada diskusi "Haluan Negara sebagai pedoman Pembangunan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin. (Antaranews/Riza Harahap)
Badan Pengkajian MPR RI dalam pembahasannya mengerucut pada dua opsi terkait upaya menghidupkan kembali haluan negara seperti garis-garis besar haluan negara (GBHN) yakni dalam bentuk TAP MPR RI dan dalam bentuk undang-undang.

Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI, Arwani Thomafi, mengatakan hal itu pada diskusi "Haluan Negara sebagai pedoman Pembangunan" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

"Haluan negara yang akan dihidupkan lagi, belum tentu sama dengan GBHN pada era orba baru. Namun, Haluan Negara ini akan menjadi landasan arah pembangunan negara dalam jangka panjang, sehingga pembangunan nasional dapat berjalan konsisten," kata Arwani.

Baca juga: Fadel Muh: Kuatkan pembangunan nasional bisa dengan penguatan UU RPJPN

Badan Pengkajian yang melakukan pembahasan upaya menghidupkan kembali haluan negara, menurut Arwani fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR RI, terbelah menjadi dua kelompok yakni sebagai empat fraksi yang mengusulkan agar haluan negara dihidupkan melalui amandemen UUD NRI 1945, sementara enam fraksi lainnya mengusulkan haluan negara dihidupkan melalui pembentukan undang-undang.

"Amandemen konstitusi itu mekanismenya rumit dan tidak bisa dijamin, dalam prosesnya tidak ada usulan amandemen pasal-pasal lainnya. Kalau saya menyebutnya, amandemen konstitusi itu masih jauh," katanya.

Sementara, opsi kedua yakni usulan menghidupkan kembali Haluan Negara melalui undang-undang akan lebih rasional, karena dapat dibahas bersama oleh seluruh fraksi-fraksi di DPR RI tapi akan mengikat dengan presiden.

Di sisi lain, kata Arwani, UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sudah akan habis masa berlakunya, sehingga harus direvisi untuk mengganti RPJPN selama 25 tahun ke depan. "Kalau revisi UU RPJPN ini dikombinasi dengan pembuatan Haluan Negara maka dapat berjalan dan Haluan Negara tersebut dapat dihidupkan," katanya.

Arwani juga menyoroti, selama ini kebijakan pembangunan nasional yang didasarkan pada visi misi calon presiden terpilih kadang-kadang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah. "Dengan dibentuknya UU Haluan Negara, maka mengatur arah pembangunan nasional yang disinkronkan dengan kebijakan pembangunan di daerah," katanya.

Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarif Hasan menambahkan, fraksinya setuju menghidupkan Haluan Negara, agar arah pembangunan nasional fokus dan terarah. "Dengan adanya Haluan Negara, maka kebijakan presiden terikat pada amanah undang-undang untuk menjalankan Haluan Negara

Menurut dia, kalau Haluan Negara dihidupkan melalui amandemen UUD NRI 1945 melalui TAP MPR RI, konsekuensinya MPR akan menjadi lembaga tertinggi negara kembali. "Hal ini harus dibicarakan oleh oleh seluruh partai politik dan kelompok DPD RI," katanya.

Karena itu, Syarif mengusulkan, agar Haluan Negara dapat dihidupkan lagi, maka perlu ada komitmen politik di antara partai-partai politikdi parlemen plus kelompok DPD RI.

Baca juga: MPR akan wariskan tujuh poin rekomendasi

Baca juga: MPR akan sampaikan rekomendasi amendemen terbatas UUD NRI



 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019