Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) menilai proses revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) janggal.Saat ini, kami dari PB HMI-MPO berada pada posisi menolak untuk dilakukannya perubahan undang-undang itu bukan kemudian menolak untuk selamanya, tidak, tetapi proses yang saat ini terjadi kami menolak, kata dia
"Terkait RUU proses perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kami menilai ada kejanggalan dalam proses perubahan yang saat ini tengah berlangsung," ucap Ketua Umum PB HMI-MPO Zuhad Aji Firmantoro saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Ia menyatakan wajar jika memang sebuah undang-undang dilakukan perubahan, namun pihaknya melihat prosesnya terkesan tergesa-gesa.
"Agak aneh, sebab terkesan sangat tergesa-gesa dan bahkan cenderung abai terhadap masukan dari publik. Sebuah undang-undang wajar memang dilakukan perubahan dan sangat dibolehkan tetapi melihat prosesnya yang terjadi sekarang kami menilai ada kejanggalan," ucap Zuhad.
Baca juga: Rapat Paripurna DPR RI setujui revisi UU KPK
Baca juga: Fraksi Gerindra susupi catatan ke meja pimpinan sidang paripurna 9
Baca juga: Fraksi PKS sampaikan catatan terkait dewas dan wewenang penyadapan
Terkait hal tersebut, lanjut dia, PB HMI-MPO dalam posisi untuk menolak proses yang terjadi saat ini terkait revisi UU KPK tersebut.
"Saat ini, kami dari PB HMI-MPO berada pada posisi menolak untuk dilakukannya perubahan undang-undang itu bukan kemudian menolak untuk selamanya, tidak, tetapi proses yang saat ini terjadi kami menolak," kata dia.
Menurutnya, proses revisi UU KPK itu memunculkan kecurigaan-kecurigaan yang patut dan wajar.
"Sebab prosesnya sangat cepat dan tergesa-gesa dan tadi bahkan saya tanya (ke KPK) apa dapat draf, punya, dan sebagainya materi-materi perubahan, ternyata tidak juga, artinya tidak hanya kepada publik awam abainya, bahkan ke pihak terkait saja abai," ujar Zuhad.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019