"Angka sumbangan dunia fashion kepada pendapatan negara itu besar, mencapai 18 persen dari kurang lebih Rp1.500 triliun," papar Triawan di sela-sela konferensi pers yang dilangsungkan di Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, diperlukan dorongan yang kuat bagi pelaku di dunia fashion, khususnya batik, agar pertumbuhan ini terus ada dan kian membaik ke depannya.
Baca juga: 500 pembatik akan ramaikan perayaan Hari Batik Nasional 2019 di Solo
Baca juga: Bekraf dorong perkembangan tiga sektor prioritas
Menurut Triawan, salah satu tantangan pada industri batik kini ialah maraknya kemunculan kain impor motif batik, yang tidak didapatkan melalui proses pembuatan dengan canting (batik tulis) maupun cap. Ia menilai hal ini memukul para perajin batik.
“Batik itu kan metode. Kita diserbu oleh produk luar negeri dengan tekstil bermotif batik. Komunitas sudah tahu permasalahan ini. Maka lakukan proteksi bahwa batik adalah batik tulis dan batik cetak, kalau printing itu bukan batik," kata ayah dari penyanyi Sherina ini.
Meski begitu, Triawan tak menampik bahwa harga batik tulis dan batik cap masih dirasa tinggi oleh sejumlah kalangan termasuk generasi muda, sehingga mereka lebih memilih untuk membeli tekstil impor dengan motif yang cetak (print).
Dengan melakukan pendekatan batik melalui tren mode daily wear atau street wear yang "kekinian", ia berharap dapat mendorong generasi muda untuk bangga mengenakan batik dalam kehidupan sehari-hari.
"Maka dari itu, kita arahkan ke tren kekinian, street wear, supaya kita memakai batik itu bangga. Kalau kita nggak pakai batik dan menggunakan produk luar negeri, neraca perdagangan kita akan makin parah, lho," kata Triawan.
"Minimal kita harus mengonsumsi produk-produk kita sendiri," pungkasnya.
Baca juga: Produk fesyen Bandung dipamerkan di pameran busana terbesar
Baca juga: Desainer Sonya Morina pamerkan koleksinya di STYL Fashion Fair Ceko
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019