• Beranda
  • Berita
  • MUI desak DPR rampungkan legislasi sebelum purnabakti

MUI desak DPR rampungkan legislasi sebelum purnabakti

18 September 2019 20:10 WIB
MUI desak DPR rampungkan legislasi sebelum purnabakti
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi (kanan). (ANTARA /Anom Prihantoro)

Ciri khas pesantren tidak boleh dihapus

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi mendesak DPR merampungkan sejumlah produk undang-undang yang belum selesai dibahas bersama pemerintah.

"MUI juga meminta untuk menunda atau menghentikan pembahasan RUU yang dianggap masih menimbulkan kontroversi di masyarakat," kata Zainut di Jakarta, Rabu.

Zainut mengatakan sejumlah rancangan undang-undang yang belum selesai pembahasannya seperti RUU  Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pesantren dan RUU Perkoperasian. Sedangkan yang perlu ditunda atau dihentikan pembahasannya adakah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Terhadap RUU KUHP, Zainut mengusulkan beberapa hal salah satunya mendorong penetapan hukuman mati yang dimasukkan sebagai pidana alternatif dari tindak pidana yang bersifat khusus.

Kemudian, kata dia, MUI mendorong perluasan delik zina. Zina diperluas cakupannya meliputi hubungan laki-laki dan perempuan yang salah satu dari keduanya terikat atau tidak terikat perkawinan.

Selanjutnya, kata Waketum MUI, legislasi agar memberlakukan hukum sosial sebagai alternatif pemenjaraan.

Baca juga: MUI kirimkan saran perbaikan RKUHP ke DPR


Terhadap RUU Pesantren, Zainut mengusulkan agar ada penguatan fungsi pesantren antara lain fungsi pendidikan, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan ekonomi umat.

"Ciri khas pesantren tidak boleh dihapus. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan tradisi dan nilai-nilai yang hidup dan tumbuh di pesantren," kata dia.

Dia juga menolak adanya formalisasi pesantren dengan menjaga kemandirian pesantren.

Terhadap RUU Perkoperasian, dia mengusulkan agar diatur juga tentang koperasi syariah untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat perkoperasian yang menggunakan sistem syariah.

Adapun terhadap RUU PKS, Zainut mengusulkan untuk ditunda atau dihentikan pembahasannya dengan alasan karena lebih dari 50 persen materinya berbeda antara pemerintah dan DPR RI sehingga perlu ada pendalaman lebih lanjut.

"Lebih dari itu juga menunggu pengesahan RUU KUHP karena beberapa pasal sanksi pidana akan merujuk pasal-pasal dalam KUHP agar sinkron," kata dia.

Baca juga: MUI berharap seluruh parpol tolak RUU PKS
 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019