Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung upaya pemerintah untuk melakukan penegakan hukum (litigasi) kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) termasuk penyelidikan terhadap anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran.Itu tindakan konyol sama dengan bunuh diri
Selain itu, menurut juru bicara Gapki Tofan Mahdi di Jakarta, Jumat, pihaknya mendukung sepenuhnya mitigasi pemerintah menuntaskan karhutla dengan menerapkan kebijakan membuka lahan tanpa membakar (zero burning policy), membentuk divisi Fire Protection di perusahaan perkebunan serta bekerja sama dengan masyarakat membangun 560 desa siaga api.
Dikatakannya, semua perkebunan sawit anggota Gapki memahami dan taat pada regulasi pemerintah dan punya semangat untuk membangun sawit berkelanjutan melalui Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO) .
Baca juga: Gapki siap antisipasi kebakaran hutan dan lahan
Anggota Gapki, lanjutnya, juga memahami bahwa tidak satu pun regulasi di Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta instansi pemerintah lain, yang memperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar.
“Kalau ada korporasi yang sengaja membakar lahan, itu tindakan konyol sama dengan ‘bunuh diri’.Karena itu, semua pihak harus obyektif melihat persoalan ini,” katanya.
Menurut dia, sejak diberlakukan moratorium pembukaan lahan pada 2011 hingga kini praktis tidak ada lagi ekstensifikasi lahan.
“Fokus pengusaha perkebunan saat ini adalah intensifikasi lahan melalui peremajaan (replanting) serta pengembangan bibit unggul agar produktivitas tinggi karena tidak ada perluasan lahan,” kata Tofan.
Baca juga: Petani dan pengusaha kerja sama lawan kampanye negatif sawit
Senada itu Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Eddy Martono mengatakan perkebunan sawit anggota Gapki dipastikan tidak berani membuka lahan dengan cara membakar karena risikonya tidak sepadan.
Apalagi, pemegang konsesi termasuk perkebunan sawit dikenai prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang diatur dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Pasal 88 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di sisi lain, biaya mekanisasi pembersihan lahan bagi perkebunan hanya sekitar 10 persen atau sekitar Rp6 juta per hektar dari investasi membuka lahan senilai Rp60 juta-Rp70 juta per hektar.
“Terlalu riskan jika ada anggota Gapki melakukan hal ini. Apalagi, prinsip "strict liability" bisa diberlakukan bagi perkebunan sawit baik sengaja atau tidak sengaja membakar lahan,” kata dia.
Eddy memahami masih ada tudingan miring, sebagai asosiasi perkebunan seolah-olah semua persoalan menjadi tanggung jawab Gapki. Padahal, belum semua kebun sawit menjadi anggota.
Baca juga: Kejaksaan terima berkas tujuh korporasi ditetapkan tersangka Karhutla
Hingga kini dari 3.000 perkebunan sawit di Indonesia perkebunan sawit yang terdaftar sebagai anggota baru mencapai 725 perusahaan dengan luasan 4,2 juta hektar yang mana perkebunan besar hanya 50 persen.
"Karena itu, kami mengharapkan semua perkebunan sawit masuk menjadi anggota Gapki agar berbagai persoalan termasuk penerapan sawit berkelanjutan dalam setiap rantai pasoknya bisa diimplementasikan,” harap Eddy.
Melalui komitmen berkelanjutan itu, tambahnya, berbagai perbaikan terus dilakukan termasuk dari sisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Mengutip data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11 persen, sedangkan luar konsesi mencapai 68 persen.
Sementara itu untuk meringankan beban masyarakat yang terpapar asap di sejumlah provinsi, antara lain Riau dan Kalimantan Barat, Gapki memberikan bantuan berupa perlengkapan tidur, seperti selimut, bantal, kasur, tabung oksigen dan masker serta bahan pangan.
Baca juga: DPRD Kotawaringin Timur desak cabut izin perusahaan sawit
Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019