Bank Indonesia (BI) menyatakan tantangan Indonesia ke depan masih menyangkut kondisi ekonomi global yang menghadapi masalah perlambatan pertumbuhan.ekonomi Indonesia harus mengandalkan pada domestik ekonomi mengingat beratnya kinerja ekspor
"Kami melihat ke depan tantangan sangat besar terutama dari global, pertumbuhan ekonomi global melambat, perdagangan dunia tertekan, dan harga turun," kata Kepala Group Sektoral dan Regional Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI, Endi Dwi Tjahyono pada kegiatan Diseminasi Laporan Nusantara di Solo, Jawa Tengah, Jumat.
Selain itu, menurut dia, bank sentral juga melakukan akomodasi kebijakan moneter yang dampaknya sudah terasa pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Ekspor kita juga sudah kontraksi dan ternyata itu tercermin di daerah. Meskipun tidak semuanya, beberapa daerah seperti di Kalimantan ternyata ekspornya naik karena terpengaruh oleh ekspor batu bara yang meningkat," katanya.
Baca juga: Cegah efek perlambatan ekonomi global, ini yang dilakukan BI
Terkait hal itu, dikatakannya, ke depan ekonomi Indonesia harus mengandalkan pada domestik ekonomi mengingat beratnya kinerja ekspor.
"Ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di semua negara melambat, mereka juga melakukan proteksi. Di sisi lain perang dagang antara AS dengan negara-negara lain juga besar. Ini sulit bagi kita," katanya.
Menurut dia, jika perang dagang masih berlanjut, khususnya antara AS dengan China dikhawatirkan kelebihan produksi yang terjadi di China akan dijual kemana-mana termasuk Indonesia.
"Kalau terjadi itu tekanan juga buat kita," katanya.
Baca juga: BI: Perang dagang bakal meluas hingga 2020, ekonomi global melambat
Ia mengatakan domestik ekonomi yang harus didorong, yaitu baik dari sisi konsumsi maupun investasi. Menurut dia, sisi konsumsi bisa berkesinambungan jika ada sumber pendapatannya.
"Jadi investasi harus didorong agar meningkat. Berbagai kendala harus bisa diatasi, termasuk dari sisi perizinan," katanya.
Dari sisi kebijakan moneter, BI sudah tiga kali menurunkan suku bunga. Oleh karena itu, yang perlu didorong adalah dari sisi fiskal.
"Kalau dari sisi moneter kita sudah turun lama tetapi itu tidak cukup, harus didorong dari sisi fiskal juga implementasi harus jelas. Kalau moneter ini dampaknya lama, fiskal lebih cepat," katanya.
Sementara itu, Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono mengatakan untuk Jawa Tengah khususnya Soloraya yang akan diperbaiki yaitu dari sisi dunia usaha.
"Kami sudah sepakat dengan Pemkot untuk melihat kembali apa saja yang berpotensi menjadi kendala. Kalau sektor investasi potensinya cukup besar, termasuk di dalamnya konstruksi perdagangan, MICE, dan sektor industri tekstil," katanya.
Baca juga: Darmin sebut penurunan suku bunga BI sejalan dengan kondisi global
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019