Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Rumah Millennials Satya Hangga Yudha Widya Putra menilai Indonesia memerlukan transformasi keterampilan sumber daya manusia (SDM) untuk menghadapi revolusi industri yang keempat (4.0).Indonesia perlu mengembangkan infrastruktur pendidikannya dan mengadakan pelatihan yang diperlukan di revolusi industri 4.0 ini
Transformasi keterampilan tersebut akan membantu Indonesia menjalani masa transisi dari revolusi industri ketiga ke keempat.
"Di revolusi industri 4.0 ini, ada banyak permintaan jenis pekerjaan baru seperti manajer dan analis data digital yang tidak diperlukan sebelumnya," katanya saat menjadi pembicara dalam diskusi panel International Conference on Indonesian Development (ICID) 2019 bertema "Inclusive Development in Facing Industry 4.0: Opportunities and Challenges" yang diadakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Rotterdam dan PPI Belanda di Erasmus University Rotterdam, Belanda, Jumat (20/9/2019).
Dalam rilisnya di Jakarta, Selasa, Hangga mengatakan industri 4.0 akan membantu Indonesia mencapai aspirasinya seperti menjadi 10 ekonomi terbesar pada 2030, mengembalikan tingkat ekspor bersih industri menjadi 10 persen, menggandakan tingkat produktivitas tenaga kerja di atas biaya tenaga kerja, dan mengalokasikan dua persen dari PDB untuk penelitian dan pengembangan (R&D) serta bidang inovasi teknologi yang tujuh kali lebih tinggi dari alokasi saat ini.
Ia mengutip studi McKinsey & Company yang menyebutkan digitalisasi dapat menambah 120 miliar dolar AS ke output ekonomi Indonesia pada 2025 yang 34 miliar dolar AS dari sektor manufaktur saja.
Menurut Hangga, dampak revolusi industri 4.0 pada pekerjaan di negara berkembang seperti Indonesia adalah adanya peningkatan otomatisasi proses produksi dan pemindahan pekerja oleh mesin; pelebaran teknologi dan kesenjangan pengetahuan; serta pembalikan aliran investasi asing langsung (FDI) dari sebelumnya mengikuti biaya tenaga kerja yang murah.
Untuk menangani tantangan itu, lanjutnya, perlu diterapkan kebijakan yang sesuai yakni kebijakan inovasi dan industri; kebijakan persaingan; kebijakan pendidikan dan fiskal; lalu menciptakan kesadaran akan inovasi digital; merangkul industri 4.0; dan menyediakan akses ke pengetahuan, keterampilan, pendidikan, dan teknologi yang sesuai industri 4.0.
"Indonesia perlu mengembangkan infrastruktur pendidikannya dan mengadakan pelatihan yang diperlukan di revolusi industri 4.0 ini," katanya.
Indonesia juga perlu membangun infrastruktur untuk konektivitas digital, mempromosikan ekonomi pertunjukan dan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), karena sekarang ada kesenjangan besar antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.
"Insentif dan kebijakan yang memadai juga diperlukan untuk memfasilitasi pengembangan e-commerce dan fintech," tambah Hangga.
Menurut dia, keterampilan SDM bidang informasi dan teknologi diperlukan agar Indonesia terlibat dalam otomatisasi, data besar, menghubungkan rantai nilai global, menciptakan transparansi, dan memahami dunia maya.
"Manusia perlu belajar dan hidup berdampingan dan berkolaborasi dengan mesin cerdas. Perusahaan yang berhasil transisi ke industri 4.0 tergantung pada bagaimana organisasi dapat merespons terhadap perubahan dan bagaimana mereka menguasai produk-produk mereka. Perusahaan perlu memiliki strategi inovasi yang jelas dan budaya yang menerjemahkan inovasi menjadi tindakan," ujar Hangga.
Turut hadir dalam acara yang berlangsung 19-21 September 2019 tersebut antara lain Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, Ketua Komisi X DPR Djoko Udjianto, Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Widya Yudha, Direktur Pelaksana The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, dan Sekretaris Utama Badan Ekonomi Kreatif Bekraf Restog Krisna Kusuma.
ICID merupakan konferensi internasional yang pada tahun ini merupakan kali kedua setelah 2013.
Baca juga: Pelatihan vokasi dengan 3R siapkan SDM unggul revolusi industri 4.0
Baca juga: Legislator: Lulusan perguruan tinggi harus melek revolusi industri 4.0
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019