"Hal itu akan kontraproduktif terhadap pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing," kata Widyastuti dalam jumpa pers yang diadakan di Jakarta, Selasa.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan karena berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok biasa pada penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun meningkat menjadi 9,1 persen dari sebelumnya 7,2 persen pada 2013.
Sedangkan prevalensi perokok elektronik penduduk usia 10 tahun hingga 18 tahun adalah 10,9 persen menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, meningkat tajam dari 1,2 persen berdasarkan Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016.
"Penggunaan rokok elektronik pada anak-anak dan remaja dapat merusak otak bagian depan yang memiliki fungsi kognitif, pengambilan keputusan, kekuatan memori, dan stabilitas emosi," kata Tuti, panggilan akrabnya.
Selain itu, rokok elektronnik diduga kuat berhubungan dengan gangguan paru berat dan mematikan.
Karena itu, Tuti meminta pemerintah tidak melakukan pembiaran yang dapat menjerumuskan anak dan remaja Indonesia ke dalam risiko kerusakan akibat rokok elektronik.
"Pemerintah harus segera membuat peraturan larangan rokok elektronik demi prinsip kehatian-hatian sampai terbukti rokok elektronik aman," tuturnya.
Tuti menjadi salah satu narasumber jumpa pers bertema "Rokok Elektronik Makan Korban" yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.
Selain Tuti, narasumber lain adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Aryo Suryo Kuncoro, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI) Eka Ginanjar, Sekretaris Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Catharine Mayung Sambo, pegiat Green Crescent Indonesia Hari Nugroho, dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto.
Baca juga: PAPDI dukung aturan tegas terhadap rokok elektronik
Baca juga: Oksidatif dan iritatif jadi alasan 'vape' berbahaya
Baca juga: BPOM tegaskan tidak ada izin edar rokok elektronik
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019