• Beranda
  • Berita
  • Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya

Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya

24 September 2019 22:09 WIB
Dokter paru sebut rokok elektronik lebih berbahaya
Cukai Cairan Rokok Elektronik Pekerja meneteskan cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/11/2017). (ANTARA/M Agung Rajasa)

Rokok elektronik sama saja dengan rokok biasa karena mengandung nikotin yang menyebabkan kecanduan dan bahan karsinogenik yang dapat memicu kanker

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan rokok elektronik jauh lebih berbahaya daripada rokok biasa karena mengandung bahan toksik lain yang bersifat iritatif

"Rokok elektronik sama saja dengan rokok biasa karena mengandung nikotin yang menyebabkan kecanduan dan bahan karsinogenik yang dapat memicu kanker," kata Agus dalam jumpa pers yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau di Jakarta, Selasa.

Agus mengatakan bahan toksik lain yang terdapat pada rokok elektronik bersifat iritatif, toksik dan dapat menyebabkan induksi peradangan pada paru.

Baca juga: PAPDI dukung aturan tegas terhadap rokok elektronik

Menurut Agus, berdasarkan penelitian Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan pada 2018 terhadap 71 subyek laki-laki, 34 adalah pengguna rokok elektronik dan 37 bukan pengguna, 76,5 persen laki-laki pengguna rokok elektronik memiliki ketergantungan terhadap nikotin.

"Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan di banyak negara, cairan rokok elektronik meningkatkan peradangan dan peningkatan infeksi virus pada sel epitel saluran nafas manusia," tuturnya.

Kasus-kasus gangguan paru pada pengguna rokok elektronik di beberapa negara juga terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam hitungan bulan, bahkan minggu, sejak rokok elektronik digunakan pertama kali.

Baca juga: BPOM tegaskan tidak ada izin edar rokok elektronik

Hal itu berbeda dengan rokok biasa, yang dampaknya terhadap kesehatan baru akan terlihat dalam waktu lama, hingga bertahun-tahun.

Dari berbagai kasus di luar negeri maupun di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa rokok elektronik meningkatkan gejala gangguan pernafasan dan risiko asma.

"Rokok elektronik juga menjadi faktor risiko kejadian pneumotoraks dan berhubungan dengan berbagai tipe pneumonitis dan gangguan pernafasan akut berat," katanya.

Agus menjadi salah satu narasumber jumpa pers bertema Rokok Elektronik Makan Korban yang  diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.

Selain Agus, narasumber lain adalah Wakil Sekretaris Jenderal I Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Aryo Suryo Kuncoro, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (PAPDI) Eka Ginanjar, Sekretaris Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Catharine Mayung Sambo, pegiat Green Crescent Indonesia Hari Nugroho, dan Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo. 

Baca juga: BPOM: Rokok dalam bentuk apa pun, berbahaya bagi kesehatan.
Baca juga: Kemkes kaji dampak bahaya rokok elektronik
 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019