Pakar Keamanan Siber Pratama Delian Persadha menyebutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) seperti "jin" karena dibahas secara tersembunyi.Tiba-tiba muncul seperti mahluk jin, kita kaget karena prosesnya sangat cepat di DPR. Padahal banyak pasal-pasal yang perlu dibicarakan secara serius
"Tiba-tiba muncul seperti mahluk jin, kita kaget karena prosesnya sangat cepat di DPR. Padahal banyak pasal-pasal yang perlu dibicarakan secara serius," kata Pratama dalam Diskusi Publik RUU KKS, di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, dunia digital dan siber Indonesia makin maju, bahkan pengguna digital juga makin banyak, karena itu perlu aturan yang kuat dan aman. Keamanan siber digital merupakan tanggung jawab multiaktor, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
"Keamanan siber itu harus diatur, tapi harus dibahas secara mendalam dan melibatkan semua pihak, jangan diam-diam," ujarnya.
Dia mencontohkan, pasal 14 dalam RUU KKS mensyaratkan BIN harus melaporkan pantauan intelijen siber pada BSSN.
"Padahal BIN itu diatur dalam UU 17 tentang Intelijen Negara, BIN hanya boleh melapor pada Presiden," ucap Pratama yang juga Direktur CISSRECC.
Yang lebih berbahaya adalah jika RUU KKS itu disahkan, maka bisa menggangu kebebasan akademik.
"Kalau kita belajar hacking walaupun untuk tujuan pendidikan bisa kena pidana kalau tidak lapor, ini kan membatasi ilmu pengetahuan," ujar doktor alumni UGM Yogyakarta tersebut.
Baca juga: FTII dukung DPR segera proses RUU KKS jadi undang-undang
Dosen diplomasi siber Universitas Paramadina, Shiskha Prabawaningtyas menambahkan aturan aturan dalam RUU KKS bertabrakan dengan prinsip diplomasi internasional.
"Ada usulan untuk mengangkat dubes atau atase siber, ini rancu karena bertentangan dengan fungsi diplomat," ujar Shiskha.
Shiskha menilai RUU KKS ini harus melibatkan Kementerian Luar Negeri terkait sistem diplomasi siber yang diinginkan.
"Kalau tiba tiba disahkan, ini justru akan menimbulkan masalah baru," ucapnya, menegaskan.
Damar Juniarto dari SAFENET menilai masyarakat sipil sama sekali tidak dilibatkan dalam RUU KKS.
Baca juga: Rudiantara: Keamanan siber perlu satu kebijakan untuk kawasan ASEAN
"Kalau tiba tiba dalam lima hari disahkan itu mengkhianati prinsip pembuatan undang undang yang harus mendengar aspirasi rakyat," tegas Damar.
Dia menambahkan RUU KKS mengancam kebebasan individu di ranah siber.
"Kalau BSSN diizinkan membuka data apa yang kita beli secara online, beli make up ketahuan, beli makanan apa saja ketahuan, itu bahaya sekali," tutur Damar.
Anggota DPR RI Dr Sukamta melalui staf ahlinya Aulia menyatakan Panja RUU KKS mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat dan tidak ingin terburu-buru mengesahkan undang undang sebelum mendengar saran publik.
Dia menambahkan hingga Rabu ini belum ada kepastian RUU KKS akan disahkan. "Kalau dari fraksi PKS menginginkan jangan tergesa-gesa dan dibahas dulu mungkin di periode DPR berikutnya," katanya.
Baca juga: BSSN nyatakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sudah diserahkan ke DPR
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019