Dokter Soeko Marsetiyo adalah sosok orang yang sangat saklek, ingin mendedikasikan dirinya kepada masyarakat yang belum tersentuh pelayanan kesehatan
"Dokter Soeko Marsetiyo mengabdi di Tolikara sejak awal 2014, jadi sampai sekarang kurang lebih enam tahun tiga bulan, beliau sendiri saat itu meminta ditempatkan di Puskesmas yang paling jauh, waktu itu saya menjabat sebagai Kepala Dinas Kabupaten Tolikara," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara, Yusak Krido Saksono di Jayapura, Kamis malam.
Menurut dia, atas permintaan dokter itu, maka pihaknya menempatkan beliau di Puskesmas Kaggime, yang cukup jauh dari ibu kota Kabupaten Tolikara. Jarak dari ibu kota kabupaten ke Puskesmas itu memakan waktu kurang lebih dua jam perjalanan.
Baca juga: Kadinkes : Kasus dr Soeko persulit permintaan dokter ke Papua
Kala itu, kata dia, di Puskesmas Kanggime tidak ada tenaga dokter, ada petugas kesehatan di Puskesmas namun kadang-kadang ada, kadang tidak ada, tetapi dokter Soeko selalu ada di tempat.
Dokter Soeko ingin mengabdikan dirinya kepada masyarakat yang benar-benar belum tersentuh pelayanan kesehatan. Sosok dokter Soeko tidak mau mempublikasikan dirinya dan jarang difoto.
"Saya sendiri saja tidak punya fotonya padahal saya sering ketemu, kalau saya ke Kanggime sering menginap di rumahnya selama tiga hari baru kembali ke ibu kota kabupaten," katanya.
Dokter Soeko juga tidak menunjukkan bahwa dia adalah seorang dokter, selalu saja mengenakan celana pendek dan kaos seperti masyarakat, beliau ingin sama dengan masyarakat yang dilayani.
Setelah bertugas selama tiga tahun di Puskesmas Kanggime, dokter Soeko ditarik lagi ke Puskesmas Nambunagi, dan bertugas selama dua tahun delapan bulan, lalu wafat karena dianiaya masa demo di Wamena.
Pekerjaan almarhum sangat luar biasa, sangat disenangi oleh masyarakat karena jarang ke ibu kota Kabupaten Tolikara, ke Wamena dan ke daerah asalnya yakni ke Jawa.
Baca juga: IDI: kasus Dokter Soeko bisa pengaruhi layanan kesehatan di pedalaman
Yusak mengaku, jarang ada dokter yang minta di Puskesmas Kaggime maupun Puskesmas Nambunage yang bertugas selama satu tahun. Namun dokter Soeko tidak demikian. Selama masa baktinya, sangat dekat dengan masyarakat.
Beliau sangat mengetahui kondisi masyarakat, kondisi kejiwaan, menyatu dengan adat dan budaya masyarakat di dua Puskesmas tempat ia bertugas.
"Oleh karena itu, kita semua merasa kehilangan dengan kepergian dokter Soeko yang tidak sangka ini. Jadi kalau beliau ke Karubaga, ibu Kota Kabupaten Tolikara itu kadang satu bulan sekali itu pun hanya sehari lalu kembali lagi," katanya.
Ia menambahkan, sebelum bertugas di Tolikara, dr Soke pernah lama bertugas di Kurulu, Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Pada Senin, 23 September 2019 lalu, dokter Soeko sementara berada di Wamena, kemudian hendak melakukan perjalanan kembali ke Tolikara. Namun, ketika di tengah perjalanan, ia diadang oleh masa demo lalu dianiaya. Setelah dianiaya, sempat dia dilarikan ke RSUD Wamena namun nyawanya tidak tertolong, meninggal dunia.
Aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Wamena, Senin (23/9) lalu mengakibatkan setidaknya 30 orang meninggal dunia dan ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta rusak atau dibakar oleh pendemo.
Baca juga: Dinas Kesehatan Papua pasang bendera setengah tiang untuk Dokter Soeko
Baca juga: Dokter Soeko Marsetiyo korban demo anarkis di Wamena meninggal
Pewarta: Musa Abubar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019