• Beranda
  • Berita
  • Politikus Golkar: Tak perlu turun ke jalan untuk tolak UU

Politikus Golkar: Tak perlu turun ke jalan untuk tolak UU

27 September 2019 07:31 WIB
Politikus Golkar: Tak perlu turun ke jalan untuk tolak UU
Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. ANTARA/dokumentasi pribadi

Sebaiknya mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.

Politikus Partai Golkar Iqbal Wibisono menyatakan masyarakat yang menolak Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebaiknya mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.

"Begitu pula, terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), sebaiknya tidak perlu ditunda karena masyarakat bisa mengajukan permohonan uji materi ke MK setelah menjadi UU KUHP," kata Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. di Semarang, Jumat pagi.

Baca juga: Masyarakat diminta tidak terpancing kabar dari medsos

Baca juga: Kapolda Jateng minta pelajar tak ikut-ikutan demo

Baca juga: Ribuan mahasiswa pendemo jebol gerbang DPRD Jateng


Apalagi, kata alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini, KUHP yang berlaku sekarang merupakan produk peninggalan Belanda.

"Rancangan KUHP ini dimulai pada tahun 1968. Jika dilihat dari sisi anggaran, seberapa besar biaya untuk pembahasannya, tentunya tidak sedikit. Di sisi lain, kita bangga memiliki produk hukum sendiri," kata Iqbal.

Ia mencontohkan pasal penghinaan presiden, sebagaimana termaktub dalam Pasal 218 RKUHP Ayat (1), jika sudah menjadi UU KUHP, masyarakat bisa mengajukan uji materi ke MK. Mahkamah akan memutuskan apakah frasa dalam Ayat (1) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 atau tidak.

Pasal 218 Ayat (1) berbunyi: "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Dalam Ayat (2) disebutkan bahwa tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Apabila MK menganulir pasal tersebut atau pasal-pasal dalam undang-undang lainnya, kata Iqbal, praktis tidak berlaku.

"Oleh karena itu, sebaiknya semua pihak memercayakan hal itu pada MK ketimbang turun ke jalan yang berujung kericuhan dan kerusakan fasilitas umum," kata politikus Partai Golkar Iqbal Wibisono. 

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019