Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Tanjung Priok menyiapkan kemudahan ekspor produk olahan kakao berupa petugas tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan fisik setiap waktu pengiriman.Salah satu contoh dukungan yang diberikan Barantan dalam mendorong akselerasi ekspor produk olahan kakao Indonesia adalah eksportir produk olahan kakao PT BT Cacao telah mendapatkan fasilitas Inline Inspection
"Salah satu contoh dukungan yang diberikan Barantan dalam mendorong akselerasi ekspor produk olahan kakao Indonesia adalah eksportir produk olahan kakao PT BT Cacao telah mendapatkan fasilitas Inline Inspection," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Papua Barat kejar ekspor kakao Ransiki hinggi ke Amerika Serikat
Inline Inspection adalah fasilitas yang diberikan Barantan kepada perusahaan yang alur produksinya telah memenuhi standar pemeriksaan karantina sehingga petugas karantina tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan fisik setiap waktu pengiriman ekspor. Petugas karantina hanya memonitoring proses alur produksi secara berkala di gudang milik perusahaan eksportir.
Selain inline inspection, rumah produksi PT BT Cacao juga telah ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Lain. Artinya proses monitoring gudang hanya dilakukan setiap 2 pekan sekali saja.
"Ini suatu kemudahan yang menguntungkan bagi para eksportir. Setiap pengapalan tidak perlu lagi ada bongkar muat di area pelabuhan, dari gudang bisa langsung masuk ke kapal," tambah Jamil.
Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Tanjung Priok melepas 197,5 ton ekspor produk olahan kakao berupa bubuk dan cacao butter tujuan USA, Brazil dan Pakistan senilai Rp9,57 miliar.
Baca juga: Daerah produsen terbesar kakao ini tak lagi ekspor, ini penyebabnya
Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga terbesar di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Dengan kapasitas produksi biji kakao yang besar, tentunya menjadikan industri pengolahan kakao menjadi sangat potensial untuk dikembangkan di Tanah Air.
"Kami sangat mendukung tumbuhnya industri kakao Indonesia, kita harus naik kelas, yang kita ekspor tidak lagi hanya biji kakao mentah, namun harus berupa olahannya," ujar Ali Jamil.
Berdasarkan data dari sistem IQFAST di Karantina Pertanian Tanjung Priok selama bulan September 2019 ekspor produk olahan kakao (kakao bubuk, kakao pasta, cocoa butter) mencapai 880,5 ton senilai Rp38 miliar.
Baca juga: Menperin optimistis produk kakao kompetitif di pasar ekspor
Kepala Karantina Pertanian Tanjung Priok Purwo Widiarto menyampaikan bahwa selain produk olahan kakao, komoditas pertanian yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok kali ini meliputi ekspor Karet Lembaran dengan volume 60.48 ton tujuan Latvia dan Minyak Kelapa dengan volume 30.40 ton tujuan China.
Sementara dari sektor peternakan ada Duck Down Jacket dengan volume 2,39 ton tujuan Selandia Baru dan Australia; Wahed Duck Feather dengan volume 9.70 ton tujuan China dan produk susu berupa Keju dan Susu UHT dengan volume 29 ton tujuan Malaysia dan Philiphina dengan total nilai ekonomi yang kita ekspor pada kesempatan ini senilai Rp4,93 miliar.
Selaku fasilitator perdagangan produk pertanian, Badan Karantina Pertanian lakukan inovasi dan layanan yang bermuara pada percepatan proses bisnis ekspor produk pertanian.
Sesuai dengan aturan perdagangan internasional maka bagi negara tujuan ekspor yang mempersyaratkan surat kesehatan hewan dan atau tumbuhan, Barantan selalu otoritas karantina siap memfasilitasinya.
"Sesuai instruksi Menteri Pertanian, kami gelar 'karpet merah' bagi eksportir juga investor produk pertanian," kata Jamil.
Baca juga: Indonesia berkomitmen tingkatkan ekspor kakao ke Uni Eropa
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019