• Beranda
  • Berita
  • Dosen Unud latih peternak olah limbah propolis lebah jadi sabun wangi

Dosen Unud latih peternak olah limbah propolis lebah jadi sabun wangi

30 September 2019 08:54 WIB
Dosen Unud latih peternak olah limbah propolis lebah jadi sabun wangi
Sabun Kelle siap jual. FOTO Antaranews Bali/Ayu Khania Pranisitha

kami memberikan pelatihan kepada peternak agar bisa mengolah propolis lebah Kelle jadi sabun yang punya nilai jual tinggi, untuk dikembangkan dan dijual sebagai produk oleh-oleh khas Bali

Tim dosen Universitas Udayana Bali melatih kelompok peternak lebah memanfaatkan limbah propolis lebah Kelle dengan mengolahnya menjadi sabun wangi khas Bali dan saat ini telah berkembang lima varian aroma.

"Ada peternak lebah madu dari lebah Kelle di Desa Aan, Klungkung, nah bersama-sama dengan tim, kami memberikan pelatihan kepada peternak agar bisa mengolah propolis lebah Kelle jadi sabun yang punya nilai jual tinggi, untuk dikembangkan dan dijual sebagai produk oleh-oleh khas Bali," kata seorang tim dosen, Luh Putu Ida Harini di Desa Aan, Klungkung, Senin.

Baca juga: Gubernur Bali dukung produk inovatif yang ramah lingkungan

Putu Ida menjelaskan awal mula produksi Sabun Kelle berasal dari ternak lebah Kelle yang ada di Desa Aan. Dari ternak ini ada banyak ampas perasan dengan jumlah madu yang sedikit, tidak seperti lebah pada umumnya.

Menurut dia, banyaknya panen ampas perasan lebah Kelle malah dijadikan limbah oleh para peternak, sehingga ia bersama tim dosen lainnya mencari sumber literatur pemanfaatan lebah Kelle dari jurnal luar negeri dan diaplikasikan menjadi Sabun Kelle.

Untuk pembuatan sabun, diperlukan propolis yang berasal dari pengolahan madu Kelle, dengan komposisi yaitu 500 gram minyak kelapa, 50 gram NaOH, 5 gram propolis cair, 5 gram aroma madu, dan 150 gram aquadest.

"Produk sabun padat propolis, sebelum dipasarkan, sudah kami sarankan juga untuk dikemas secara menarik menggunakan bahan yang ramah lingkungan seperti kertas daur ulang, pelepah daun pisang, atau juga daun bambu," katanya.

Putu Ida mengatakan ia bersama tim dosen lainnya mengikuti kegiatan "Udayana Mengabdi". Kegiatan ditujukan kepada kelompok peternak di Desa Aan, Kabupaten Klungkung, Bali.

Baca juga: Gubernur Bali wajibkan hotel utamakan serap produk lokal

Dari kegiatan pengabdian itu, akhirnya dilanjutkan pembentukan sebagai usaha kelompok masyarakat setempat, yang berkembang hingga saat ini menjadi Sabun Kelle.

Sabun Kelle juga mengandung madu dan propolis Kelle, minyak zaitun, Virgin Coconut Oil (VCO), essential oil dengan lima varian aroma yaitu daun tin, lavender, sedap malam, sandat dan rosemary.

"Kandungan sabun propolis madu memang diambil langsung dari lebah Kelle, jadi ini nggak pakai zat kimia, walaupun ada NaOH itu memang bahan utama dalam pembuatan sabun, jadi memang sangat natural," ucapnya.

Dari kandungan itu, manfaat yang dimiliki di antaranya untuk mengatasi masalah kulit yang berjerawat, menyamarkan kerutan di kulit, anti-bakteri dan anti-fungal.

Kandungan VCO dalam Sabun Kelle mampu berfungsi untuk merawat kelembutan dan kehalusan kulit, mengatasi munculnya bintik-bintik hitam di kulit dan memberikan efek mencerahkan.

Baca juga: Gubernur Bali minta masyarakat gunakan produk lokal

"Kita pakai cold process bukan hot process, ini harapannya madu dan propolisnya, kandungannya yang bagus untuk kulit ini nggak rusak," kata Putu Ida.

Untuk kesulitannya, ia menjelaskan hal itu dialami ketika memasuki musim hujan dan perubahan cuaca yang tidak menentu, karena kondisi sabun harus berada sesuai dengan suhu ruangan. Karena kondisi cuaca juga mempengaruhi produksi sabun, hingga siap dipasarkan.

Setelah sabun berada dalam cetakan, dan terlihat kering, sabun tidak dapat langsung dipasarkan melainkan harus menunggu minimal selama tiga minggu.

Setelah tiga minggu itu, lalu sabun yang sudah kering dites dengan Larutan Alkali, apabila menunjukkan warna merah berarti belum dapat digunakan, agar tidak menimbulkan iritasi pada kulit.

Baca juga: Produk unggulan UKM Bali dipamerkan di Jakarta


 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019