KPK kembali panggil mantan Dirut Jasa Tirta II

30 September 2019 11:41 WIB
KPK kembali panggil mantan Dirut Jasa Tirta II
Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputra usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/7/2019). ANTARA/Benardy Ferdiansyah
Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin kembali memanggil mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputra  dalam penyidikan kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultasi tahun 2017.

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa Djoko Saputra (DS), mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi suap pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta (PJT) II Tahun 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Djoko tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi 
(KPK) pada Rabu (25/9).

"Yang bersangkutan mengirimkan surat dan minta dijadwalkan ulang," kata Febri.

Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PJT II Djoko Saputra
Baca juga: Mantan Dirut: Tidak ada kerugian negara pengadaan konsultansi PJT II


Selain Djoko, KPK juga telah menetapkan Andririni Yaktiningsasi (AY) seorang psikolog sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

KPK telah menetapkan dua tersangka tersebut pada 7 Desember 2018. Namun.keduanya belum ditahan.

Djoko Saputra selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta ll saat itu diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta ll Tahun 2017.

Pada 2016 setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputra diduga memerintahkan relokasi anggaran.

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Yaitu, perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3,82 miliar dan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta ll sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Baca juga: KPK cegah dua tersangka suap jasa konsultansi di PJT II
Baca juga: KPK panggil dua saksi suap jasa konsultansi di PJT II


Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.

Dengan rincian, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2.204.155.800.

Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Diduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara "backdated".

Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019