"Dua WNA tersebut yaitu inisial LSW komisaris dan KWL Direktur PT ART," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat menyampaikan keterangan pers di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, Kamis.
Menurut dia, tersangka dengan sengaja memasukkan 87 kontainer berisi limbah impor berupa skrap plastik yang terkontaminasi B3 tanpa dokumen perizinan resmi.
Berdasarkan keterangan tersangka, limbah impor dalam kontainer-kontainer tersebut didatangkan dari Hong Kong, Spanyol, Kanada, Jepang, dan Australia serta masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta pada 13 Juni 2019.
Sebanyak 24 kontainer limbah tersebut sudah berada di area PT Advance Recycle Technology (ART) di Cikupa, Tangerang, Banten, dan 63 kontainer lainnya masih ada di Pelabuhan Tanjung Priok.
Rasio mengatakan, penyidik menemukan kontaminasi B3 pada limbah berupa printed circuit board, remote kontrol bekas, baterai bekas, dan kabel bekas dalam kontainer-kontainer itu.
"Para pelaku ini akan kita tindak tegas sesuai aturan yang berlaku. Dan penetapan tersangka ini merupakan pertama kalinya," ujar dia.
Kedua tersangka dijerat menggunakan Pasal 105 dan 106 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Tersangka ini bisa dipidana paling lama 15 tahun dan denda Rp15 miliar," kata Direktur Penegakan Hukum Pidana Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK Yazid Nurhuda.
Ia mengatakan bahwa pengungkapan kasus kontaminasi B3 pada limbah impor bermula dari permohonan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang ke Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 untuk proses pemeriksaan.
Selain menetapkan dua warga Singapura sebagai tersangka kasus itu, KLHK menyelidiki keterlibatan pihak lain serta memeriksa saksi-saksi terkait kasus impor limbah yang terkontaminasi B3 tersebut.
Baca juga:
KLHK periksa ratusan kontainer berisi plastik impor
Presiden Jokowi minta peningkatan impor sampah disikapi hati-hati
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019