"Masyarakat kita itu suka malu-malu. Bahkan, berbuat benar saja itu juga suka tidak enakan," kata Martin saat ditemui ANTARA di Jakarta, Kamis.
Martin yang juga dikenal sebagai influencer karena memiliki 33,9 ribu pengikut dalam akun Instagramnya menjelaskan masih banyak anak muda di Indonesia yang cenderung memilih diam terhadap keberadaan hoaks yang disebarkan orang tua ataupun senior mereka.
Selain masalah budaya, generasi muda lebih memilih bergeming untuk menghindari konflik.
Martin menuturkan klarifikasi soal hoaks yang disampaikan anak muda juga terkadang dibantah oleh orang tua mereka.
Baca juga: Tips menjadi pejuang antihoaks di grup WhatsApp
Walaupun menghadapi kesulitan, Martin tidak membenarkan sikap seseorang yang hanya diam ketika mengetahui hoaks.
Pengguna Youtube yang juga dikenal sebagai pembuat konten Cameo Project itu menjelaskan sopan santun adalah nilai yang tetap harus dijunjung ketika berkomunikasi dengan orang tua.
"Kalau dengan yang senior, lebih baik klarifikasi dilakukan secara langsung dan kulo nuwun. Karena kalau enggak, kita tidak akan didengar," katanya.
Langkah khusus untuk mengklarifikasi berita bohong kepada orang yang lebih tua, lanjut Martin, dengan berdasarkan logika.
"Hoaks itu masuknya ke belief system ya. Jadi yang sulit bukan menyampaikan informasi, tapi membuat mengerti," katanya.
Baca juga: Rendahnya literasi sebabkan hoaks bisa menjadi pemecah belah bangsa
"Kita bisa tantang pola berpikir mereka dengan cara yang lebih halus. Misalnya, bertanya soal sumber informasinya, apakah informasinya sudah terverifikasi kebenarannya?" ujar Martin.
Ketika lawan bicara dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik pikiran, diskusi kemudian akan muncul.
"Diskusi itu akan membuat mereka tertantang untuk berfikir ulang, berpikir secara logis," katanya.
Namun, kunci keberhasilan klarifikasi tersebut juga sangat bergantung pada tingkat pemahaman orang yang memberikan penjelasan.
"Jadi, anak muda harus sudah mengerti hoaks itu seperti apa. Kenapa dia bisa disebarkan. Kenapa bisa kena hoaks. Ketika ketemu orang tuanya, dia akan mengerti kenapa ortu-nya bisa kena dan menyebarkan hoaks," kata Martin.
"Kalau tidak paham, mereka (anak muda) yang akan terpapar hoaks bersama orangtuanya," ujarnya.
Baca juga: Hoaxplay.com, situs pelawan hoaks demi literasi digital
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019