Sejumlah pakar dalam Pertemuan ke-10 Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) membahas tentang Flight Information Region (FIR) dan sekilas tentang penerbangan di Papua.
"Pemerintah saat ini sedang fokus membahas tentang FIR. Jadi, untuk saat ini pembahasan persoalan FIR dalam diskusi kita kali ini akan dicatat sebagai masukan," ucap pendiri PSAPI Chappy Hakim pada pertemuan di ruang wartawan Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub) Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Menhub: tak ada kompromi keselamatan penerbangan Papua
Baca juga: Kemenhub akan perbaiki alat navigasi penerbangan di Papua
Berbagai masukan menarik tentang FIR memang disampaikan para praktisi dan akademisi yang tergabung dalam PSAPI, namun bahasan dengan masukan-masukan positif itu masih memerlukan kesimpulan konkret yang akan menjadi solusi.
Pemberi masukan FIR dalam pertemuan PSAPI X ini adalah Supriabu, doktor hukum udara yang sudah purnawirawan kolonel TNI AU; Makarim Wibisono, mantan diplomat senior; Shadrach Nababan, mantan pilot Garuda Indonesia; Erris Herryanto, purnawirawan Marsdya TNI AU; Indra Setiawan, mantan Dirut Garuda Indonesia; Soeratman Doerachman, advisor Flybest; Frans Wenas, mantan pilot polisi udara; dan Christian Bisara, inspektur penerbangan senior.
"PSAPI memang menjadi wadah berkumpulnya para praktisi dan akademisi dunia dirgantara untuk mendiskusikan semua hal tentang dirgantara nasional," kata Chappy,
Baca juga: Menlu sebut pertemuan Jokowi-Menlu Singapura tak bahas FIR
Persoalan FIR saat ini dinilai masih sensitif untuk diungkap. Namun tidak dengan penerbangan di Papua. Capt Christian Bisara, yang mantan Direktur Sertifikasi dan Kelaikan Udara (DSKU, sekarang DKPPU) dan juga pemberi masukan pada Ditjen Perhubungan Udara memberikan gambarannya.
"Tentang infrastruktur, di Papua sudah dipasang ADS-B sebagai sistem pengamatan (surveillance) penerbangan," kata Christian. Dengan teknologi ADS-B (automatic dependent surveillance-broadcast), petugas pengatur lalu lintas penerbangan akan memperoleh informasi posisi, kecepatan, mode-S address, arah, callsign, dan lain-lain.
Implementasi teknologi ADS-B dalam penerbangan dapat meningkatkan keselamatan dan kapasitas ruang udara.
Namun efektivitas implementasinya harus dibarengi dengan teknologi yang ada di pesawat udara. "Harus dipasang GPS-route.Tidak mahal juga, sebenarnya," ungkapnya.
Walaupun demikian, instrumen apapun yang digunakan selayaknya tetap terbang VFR (Visual Flight Rules). "Penerbangan menggunakan visual itu menjadi kekhususan di Papua," kata Frans Wenas.
Penerbangan di Papua yang disebut “bush flying area” dianggap riskan dan membutuhkan pilot yang memiliki keterampilan plus. Namun sebenarnya, kata Chappy yang mantan KSAU ini, penerbangan di mana saja sama. Dengan mengacu dan patuh pada regulasi, penerbangan akan selamat (safe). Menggunakan IFR (instrumet flight rules) ataupun VFR, safety atau keselamatan penerbangan tetap nomor satu.
Baca juga: Indonesia upayakan ambil alih ruang kendali udara dari Singapura
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019