"Saya belum menemukan pada bagian mana di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya jika menerbitkan perpu," kata Hifdzil dihubungi di Jakarta, Jumat.
Direktur HICON Law & Policy Strategies itu mengatakan bahwa pengaturan soal pemberhentian Presiden pada masa jabatannya diatur jelas dalam Pasal 7A UUD NRI Tahun 1945.
Baca juga: Politikus Golkar: Tak perlu turun ke jalan untuk tolak UU
Baca juga: Bima Arya desak Jokowi keluarkan perpu batalkan revisi UU KPK
Dalam pasal tersebut, diatur alasan pemberhentian Presiden pada masa jabatannya, yakni berkhianat kepada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, atau terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
"Dari alasan-alasan tersebut, tidak ada satu pun yang menyatakan menerbitkan perpu, Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya," katanya.
Mengenai potensi penerbitan Perpu KPK dianggap sebagai perbuatan tercela, Hifdzil menilai penerbitan perpu bukanlah kategori perbuatan tercela.
"Kategori perbuatan tercela tidak demikian. Lagi pula, pembuatan perpu itu adalah kewenangan Presiden," kata Hifdzil.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019