Pada Senin kelompok Extinction Rebellion menggelar aksi di sejumlah negara seperti di Inggris, Jerman, Austria, Australia, Prancis dan Selandia Baru saat mereka melobi para politisi untuk mengurangi emisi karbon lebih banyak.
Baca juga: Kepolisian Inggris janji cegah "Extinction Rebellion" ulangi kekacauan
Aksi tersebut merupakan tahapan terakhir dalam kampanye global atas langkah yang lebih tegas dan lebih cepat terhadap perubahan iklim, yang dikoordinasikan oleh kelompok tersebut, yang puncaknya terjadi pada April saat massa mengacaukan lalu lintas di pusat Kota London selama 11 hari.
Kepolisian London menyebutkan 319 orang ditangkap pada Senin. Sementara itu, PM Johnson mengkritik para pegiat.
Berbicara di sebuah acara pada Senin malam, ia mengatakan: "Saya khawatir bahwa orang-orang keamanan tidak ingin saya hadir malam ini sebab mereka melaporkan jalanan penuh dengan uncooperative crusties," menggunakan istilah bahasa gaul Inggris untuk pengunjuk rasa lingkungan.
Baca juga: Pegiat iklim kacaukan kota Inggris dengan 'pemberontakan musim panas'
"Mereka mengatakan ada sejumlah risiko bahwa saya akan dihabisi," tambahnya.
Pada Selasa beberapa pengunjuk rasa membalasnya.
"Itu tidak membantu," kata Diana Jones, dari wilayah Inggris selatan kepada Reuters.
Baca juga: Polisi Inggris tangkap hampir 1.000 orang dalam protes perubahan iklim
"Kami hanya orang-orang biasa yang mencoba menyuarakan kekecewaan mendalam kami tentang lambannya proses mewujudkan aksi perubahan iklim yang terjadi, dengan pemerintah yang tidak betul-betul mendengarkan itu."
Kelompok itu ingin Inggris mengurang gas emisi rumah kaca sampai nol persen pada 2025, lebih cepat dibanding target pemerintah pada 2050.
Sumber: Reuters
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019