"Menyadari masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak di masyarakat, maka Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Anak menginisiasi lahirnya gerakan PATBM. Gerakan ini diinisiasi oleh masyarakat dan untuk masyarakat atau kelompok orang yang tinggal di desa/kelurahan," ucap Kepala DP3A Sulteng, Ihsan Basir, di Palu, Rabu.
Upaya pemaksimalan gerakan PATBM dilakukan KPPPA bersama DP3A Sulteng diawali dengan peningkatan kapasitas para kelompok masyarakat dan aktivis lewat pelatihan aktivis perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat, di salah satu hotel di Palu.
Ihsan menerangkan PATBM adalah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak.
Baca juga: Sulteng tingkatkan pelayanan terhadap perempuan-anak korban kekerasan
Baca juga: KPPPA ajak semua komponen tolak kekerasan terhadap perempuan-anak
Lewat PATBM, kata dia, masyarakat ditempatkan sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat, agar terjadi perubahan pemahaman, sikap dan perilaku yang berujung pada upaya melindungi anak.
Dia mengatakan upaya perlindungan anak berbasis masyarakat merupakan upaya memberdayakan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menelaah, dan mengambil inisiatif dalam mencegah dan memecahkan masalah yang ada di masyarakat secara mandiri.
"Masyarakat dalam konteks gerakan PATBM adalah komunitas, yaitu kelompok orang saling berinteraksi yang tinggal di suatu batas-batas administrasi pemerintahan yang kecil yaitu desa/kelurahan," kata Ihsan.
Menurut dia, pengembangan model perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat merupakan strategi yang tepat dalam mencegah kekerasan pada anak karena seluruh lapisan masyarakat ikut terlibat langsung.
Hal itu karena kasus kekerasan terhadap anak yang masih sering terjadi di Sulteng, pelakunya justru orang-orang terdekat yang dalam dalam lingkungan kecil.
"Karena itu diperlukan peran aktif keluarga, untuk membangun komunikasi dan interaksi dengan penuh kasih sayang, mengawasi kegiatan anak, serta memberikan keterampilan pada anak guna mendeteksi atau menghadapi kemungkinan kekerasan yang mungkin terjadi pada dirinya," kata Ihsan Basir.*
Baca juga: Kekerasan terhadap perempuan-anak harus jadi kepedulian semua orang
Baca juga: Perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan di lokasi pengungsian
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019