Aal al-Bayt merupakan lembaga pengkajian Ilmu Islam internasional di bawah naungan Kerajaan Yordania yang beranggotakan 120 tokoh cendekiawan Muslim ternama dari 36 negara. Lembaga tersebut menggelar konferensi internasional setiap tiga tahun sekali untuk membahas berbagai isu yang dihadapi umat Islam dan mencari solusinya melalui sudut pandang ajaran Islam.
Topik yang diangkat pada konferensi tahun ini adalah untuk membahas hukum dan ketetapan Tuhan dalam penciptaan alam semesta, serta membahas upaya menjembatani ilmu pengetahuan dan ilmu agama dalam menjelaskan berbagai fenomena alam, berdasarkan keterangan tertulis dari KBRI Amman yang diterima di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Indonesia luncurkan Dialog Kemanusiaan dengan Yordania
Konferensi dibuka oleh Pangeran Ghazi selaku penasihat Raja Yordania untuk urusan agama dan budaya. Raja Yordania Abdullah II bin Hussein turut hadir untuk secara langsung menyampaikan apresiasi tertinggi kepada sejumlah cendekiawan Islam yang telah berkontribusi dalam mendorong kemajuan peradaban Islam dan menyebarkan nilai-nilai kedamaian.
Dalam kesempatan tersebut tokoh cendikiawan Muslim Indonesia, Prof. Ismail Fajrie Alatas dan Habib Luthfi Yahya secara resmi dinobatkan sebagai anggota Institut Aal al-Bayt. Sehingga saat ini terdapat empat cendekiawan Muslim Indonesia yang menjadi anggota Aal al-Bayt institute.
KBRI Amman memanfaatkan kehadiran ketiga tokoh intelektual Muslim ternama Indonesia dengan menyelenggarakan acara tatap muka dan ramah tamah dengan sekitar 100 warga masyarakat Indonesia di Yordania.
Baca juga: DPR RI tegaskan kembali dukungan untuk perjuangan Palestina
Dalam acara yang diselenggarakan di Wisma Duta, Prof. Din Syamsudin menyampaikan ceramah singkat mengenai posisi unik Yordania dalam sejarah keislaman dunia yang memungkinkan Yordania mengadopsi dua pemikiran: yang bersifat logis, yaitu yang diperoleh dari kebudayaan bangsa Romawi; dan yang bersifat spiritual, yang diperoleh dari kebudayaan bangsa Persia. Keunikan ini memungkinkan Yordania mengembangkan nilai-nilai keislaman yang mampu beradaptasi terhadap perubahan zaman.
Prof. Din Syamsudin juga menyinggung berbagai kesamaan pandangan keislaman umat Muslim di Yordania dan Indonesia, di mana keduanya sama-sama menitikberatkan nilai-nilai pluralisme.
Selain itu Din Syamsudin juga menegaskan bahwa Pancasila merupakan salah satu bentuk nyata nilai-nilai keislaman moderat di Indonesia, sehingga Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak perlu dipertentangkan.
Prof. Nasaruddin Umar menyoroti kehidupan umat Muslim Indonesia yang semakin rentan disusupi berbagai pemahaman-pemahaman islam yang bertentangan dengan corak kehidupan bangsa, bahkan dapat merusak kerukunan kehidupan beragama di Indonesia, seperti faham radikal.
"Umat Muslim Indonesia harus mampu mengarusutamakan nilai-nilai islam watoniah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa yang muncul akhir-akhir ini," tegas Prof. Nasaruddin.
Prof. Ismail Fajri Alatas menyampaikan pentingnya peran mahasiswa Indonesia di Yordania dalam menyebarkan faham-faham Islam moderat di Indonesia, serta wacana-wacana keislaman yang penuh damai yang menjadi ciri khas ajaran islam di Yordania.
"Wacana keislaman Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan yang dimiliki Yordania, sehingga mahasiswa Indonesia harus mampu menjadi agen dalam membawa wacana-wacana keislaman Yordania yang penuh damai ke Indonesia," ujar dia.
Baca juga: Indonesia-Yordania dorong kerja sama dukung perjuangan Palestina
Dubes RI Amman Andy Rachmianto, dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan bahagia dapat bertemu dengan ketiga tokoh cendikiawan Muslim Indonesia di Amman. Diundangnya para tokoh cendekiawan Muslim Indonesia pada Konferensi ke-18 Aal al-Bayt merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia.
"Keberadaan dan keanggotaan mereka pada Aal-al-Bayt institute dapat diartikan sebagai pengakuan atas nilai-nilai Islam moderat di Indonesia yang sekaligus juga menjadi model bagi pluralisme dan toleransi antar umat beragama," ujar Dubes Andy.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019