Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menunda pelaksanaan dari Undang-Undang KPK hasil revisi karena banyak menimbulkan permasalahan.Ada lebih 26 pelemahan KPK dan itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh Pak Presiden bahwa akan memperkuat KPK
"Kami masih sangat berharap kepada Presiden untuk menunda pelaksanaan dari undang-undang ini karena banyak sekali permasalahan. Ada lebih 26 pelemahan KPK dan itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh Pak Presiden bahwa akan memperkuat KPK," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin.
Ia pun mencontohkan pelemahan yang paling krusial dari revisi UU KPK itu, yakni dipangkasnya kewenangan komisioner KPK dan juga soal dibentuknya Dewan Pengawas KPK.
Baca juga: Pengamat: RUU KPK perkuat pemberantasan korupsi
Baca juga: Legislator: Presiden jangan dilema terkait UU KPK
"Misalnya yang paling krusial itu pimpinan KPK bukan pimpinan tertinggi lagi bukan lagi penyidik dan penuntut umum. Ini betul-betul langsung memangkas kewenangan-kewenangan komisioner KPK ke depan," ungkap Syarif.
Ia juga menilai bahwa dibentuknya dewan pengawas akan menimbulkan kerancuan.
"Dewan pengawas ini juga akan menimbulkan kerancuan yang utama karena satu bahwa dewan pengawas juga bukan penegak hukum tetapi dia mengotorisasi penggeledahan, penyitaan bahkan penyadapan, Bagaimana seorang bukan penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum. Ini betul-betul akan sangat mempengaruhi kerja-kerja KPK ke depan," tuturnya.
Namun, ia menyatakan lembaganya siap menjalankan UU KPK hasil revisi dengan segala keterbatasan jika Presiden nantinya tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK.
"Kami berharap bahwa Presiden akan mengeluarkan Perppu kami sangat berharap itu. Kalau pun seandainya tidak dikeluarkan kami akan menjalankan undang-undang yang ada dengan segala keterbatasannya tetapi pada saat yang sama kapan mulai berlakunya undang-undang yang baru, apakah mungkin undang-undang yang baru itu bisa terlaksana sebelum ada dibentuk dewan pengawas, misalnya," ujarnya.
Baca juga: Politisi PDI-P anggap KPK hanya lakukan pekerjaan sirkus
Baca juga: ICW: Ada 10 konsekuensi timbul bila presiden tak keluarkan Perppu KPK
Ia juga menyoroti soal aturan peralihan dari UU KPK hasil revisi tersebut yang tidak jelas.
"Aturan peralihan dari undang-undang yang baru itu pun tidak jelas. Ini akibat dari proses perundang-undangan yang dibikin rahasia dan tertutup akhirnya menimbulkan kerancuan-kerancuan baik itu dari segi terminologi maupun dari tata kerja," ungkap dia.
Selain itu, ia juga menyesalkan karena lembaganya tidak dilibatkan mulai dari proses sampai hasil terkait revisi UU KPK tersebut.
"Terus terang kami sangat menyesalkan mulai dari prosesnya sampai dengan hasilnya karena memang kami tidak diikutkan di dalam proses ini. Seperti Pak Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK) mengatakan bahwa 'Undang-Undang KPK yang baru itu sama dengan membikin baju tanpa mengukur orang yang akan memakai baju itu'. Saya pikir itu analogi yang pas sama sekali," kata Syarif.
Baca juga: UU KPK hasil revisi dinilai tak akan lemahkan lembaga antirasuah
Baca juga: KPK sebut setengah peraturan internal akan berubah terkait revisi UU
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019