Usulan tersebut, menurut Arsul, karena muncul pendapat apakah amendemen tersebut dilakukan secara terbatas atau menyeluruh.
"Megawati dan PDI Perjuangan menginginkan amendemen terbatas, lalu hasil pertemuan Prabowo Subianto dan Surya Paloh membahas kemungkinan amendemen dilakukan secara menyeluruh," kata Arsul di Gedung MPR RI, Jakarta, Senin.
Baca juga: Pertemuan Prabowo-Paloh hasilkan tiga kesepakatan
Arsulmenilai amendemen UUD NRI Tahun 1945 sebagai sebuah wacana, biarkan digelindingkan sehingga bukan hanya konsumsi sepuluh kekuatan politik di MPR RI, melainkan harus dibuka ruang konsultasi kepada publik seluas-luasnya.
Menurut Arsul, PPP menginginkan agar wacana tersebut digulirkan saja. Namun, proses legal dan formalnya tidak perlu terburu-buru.
"Dalam pembicaraan di MPR RI selama 1—2 tahun ini, kami membangun partisipasi publik melalui ruang publik yang akan diciptakan MPR, selain oleh elemen masyarakat," ujarnya.
Baca juga: MPR: Prabowo setuju amendemen terbatas UUD 1945
Baca juga: MPR: Amendemen terbatas UUD tidak ubah sistem pemilihan presiden
Menurut dia, yang harus dilakukan saat ini adalah membangun kesadaran bersama bahwa seluruh warga negara Indonesia memberlakukan konstitusi yang "hidup" bukan statis sehingga tidak perlu ditutup rapat soal amendemen.
Asrul mengatakan bahwa MPR saat ini belum membahas soal amendemen UUD NRI Tahun 1945 karena saat ini baru disahkan badan-badan yang ada di MPR, antara lain, Badan Pengkajian, Badan Sosialisasi, dan Badan Anggaran.
"Kalau sudah terbentuk, tentu tidak tertutup kemungkinan mulai membuka ruang publik, nanti hasilnya apa, diskursus di ruang publik yang kita lihat hasilnya," kata Arsul.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019