"Pemerintah harus membuka diri agar industri dapat berpartisipasi dalam peningkatan SDM. Pada sisi lain pemerintah juga mendorong industri untuk proaktif salah satunya dengan pemberian insentif," kata Hanif saaat ditemui di Jakarta, Senin.
Insentif yang dimaksud Hanif adalah aturan super deductible tax yaitu pengurangan pajak di atas 100 persen jika perusahaan tersebut terlibat dalam peningkatan SDM dengan memberikan pelatihan serta vokasi.
Insentif pajak ini juga diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat.
Hanif mengakui meski pemerintah telah fokus kepada pendidikan vokasi, namun masih banyak tantangan dari waktu ke waktu untuk menciptakan lulusan yang sesuai dengan pasar kerja.
Salah satu masalah dalam ketenagakerjaan adalah 58 persen angkatan kerja yang pendidikannya masih terbatas, hanya lulusan SD atau SMP.
Kementerian Ketenagakerjaan juga telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam menyesuaikan lulusan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar.
"Oleh sebab itu salah satu yang harus ditempuh adalah meningkatkan partisipasi pendidikan formal minimal belajar sembilan tahun. Nah pendidikan formal dan vokasi harus sama-sama jalan," kata Hanif.
Baca juga: Menggugat Partisipasi Nasional di Industri Migas
Baca juga: Menaker: Jam kerja fleksibel dapat tingkatkan partisipasi kerja perempuan
Baca juga: Kawasan Industri Takalar serap 15.000 pekerja
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019