• Beranda
  • Berita
  • Dispar Sleman : wisata lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi

Dispar Sleman : wisata lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi

15 Oktober 2019 18:22 WIB
Dispar Sleman : wisata lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi
dkumentasi foto = Sejumlah jip wisata lava tour mengikuti kirab kenduri 1.000 jip wisata di kawasan bungker Kaliadem, Gunung Merapi, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (14/10/2019). Kenduri 1.000 jip wisata yang diikuti oleh komunitas jip wisata tersebut sebagai wujud syukur atas berkah para pelaku wisata serta menjadi destinasi wisata favorit di Yogyakarta. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

Hingga saat ini beberapa destinasi wisata di lereng Gunung Merapi masih tetap buka dan dikunjungi banyak wisatawan, baik di kawasan rawan bencana (KRB) II dan III.

Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa sejumlah objek wisata di lereng Gunung Merapi masih aman dikunjungi meskipun beberapa waktu terakhir muncul awan panas dari gunung tersebut baik akibat guguran lava maupun letusan embusan gas.

"Hingga saat ini beberapa destinasi wisata di lereng Gunung Merapi masih tetap buka dan dikunjungi banyak wisatawan, baik di kawasan rawan bencana (KRB) II dan III," kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Sudarningsih di Sleman, Selasa.

BPPTKG Yogyakarta menyebutkan status Gunung Merapi masih pada level waspada setelah ada awan panas letusan pada Senin (14/10).

Sudarningsih mengatakan hal itu tidak menjadi masalah selama pengelola jasa wisata di lereng Gunung Merapi memperhatikan situasi Merapi.

"Memang sering terjadi guguran, tapi tidak apa-apa," katanya.

Baca juga: Status Gunung Merapi tetap waspada

Menurut dia, kebijakan untuk menutup destinasi wisata di lereng Merapi tetap mengacu pada arahan dari BPPTKG Yogyakarta dan BPBD Kabupaten Sleman. Untuk sementara jarak aman yang direkomendasikan yaitu lebih dari tiga kilometer dari puncak.

"Rata-rata jarak destinasi wisata lereng Merapi di Sleman sekitar 4 hingga 5 kilometer dari puncak Merapi," katanya.

Ia mengatakan, meski demikian pihaknya tetap memberikan perhatian pada sektor wisata yang berada di KRB, seperti jip wisata "lava tour" yang merupakan wisata minat khusus juga masih berjalan.

"Selama wisata minat khusus itu dilakukan secara 'mobile' tetap diperbolehkan. Artinya seperti jip wisata yang selalu bergerak walaupun masuk ke KRB," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya juga terus memberikan pelatihan kepada operator jip wisata agar dapat bertindak dan mampu untuk mengevakuasi wisatawan saat keadaan darurat.

Baca juga: Gunung Merapi keluarkan awan panas letusan setinggi 3.000 meter

Pihaknya juga telah memerintahkan ara pengemudi jip wisata agar menginstal aplikasi Jarak Aku dan Merapi.

"Aplikasi yang dapat diunduh di Google Play Ini sudah dipakai oleh pengelola. Hanya saja kami masih berkoordinasi dengan Dinas Kominfo Sleman untuk penguatan sinyal di atas," katanya.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Makwan menjelaskan fitur Jarak Aku dan Merapi ini terdapat pada aplikasi Lapor Bencana yang merupakan inovasi dari BPBD Kabupaten Sleman.

Aplikasi tersebut dapat melaporkan kejadian secara real time ke Pusdalops dan segera direspons TRC BPBD Sleman.

"Aplikasi ini juga untuk membendung info hoaks terkait bencana alam," katanya.

Di dalam aplikasi itu, jarak Merapi dengan pengguna aplikasi dapat diketahui langsung. Selain itu, status terkini Merapi dan rekomendasi juga muncul.

"Telepon selular (HP) akan bergetar dan ada instruksi segera tinggalkan tempat, bila posisi anda pada radius yang menjadi rekomendasi," katanya.

Baca juga: BPPTKG: Awan panas letusan Merapi kembali dipicu akumulasi gas

Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM) sisi barat Dardiri mengatakan pihaknya akan menginstruksikan seluruh pengemudi jip wisata menginstal aplikasi Lapor Bencana Sleman tersebut.

"Namun saat ini masih terkendala susahnya sinyal. Jadi selama ini untuk update Merapi kami masih pakai HT," katanya.
 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019