Karena masalah itu berasal dari hulu, kata Anies, pengaturan debit air yang mengalir ke Jakarta lebih baik dilakukan sejak di bagian hulu.
"Kenapa masih terjadi banjir? Karena masalahnya volume air yang dari hulu itu tidak dikendalikan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa.
Menurut Anies, dengan membiarkan air langsung mengalir tanpa dikelola lebih dulu ke hilir (Jakarta) yang memiliki permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut, menjadi masalah yang menimbulkan bencana banjir di Jakarta.
"Jadi membiarkan air dari hulu datang ke kota secepatnya dikirim ke pesisir, akan bertemu dengan permukaan air laut yang lebih tinggi," katanya.
Baca juga: Satgas masih berjibaku dengan sampah di Pintu Air Manggarai
Baca juga: Pintu Air Manggarai angkut 2.084 meter kubik sampah antisipasi banjir
Karena itu, strategi yang harus didorong lebih jauh adalah membangun kolam-kolam retensi di hulu. "Sehingga volume air yang masuk ke Jakarta itu terkendali," kata Anies.
Hal itulah yang menyebabkan Anies memiliki penilaian program normalisasi Sungai Ciliwung tidak efektif mengatasi banjir karena konsepnya yang mempercepat pengaliran air dari hulu ke laut.
"Lihat beberapa bulan yang lalu kawasan Kampung Melayu banjir, padahal di situ sudah dilakukan normalisasi," katanya.
Justru banjirnya di kawasan yang sudah dilakukan normalisasi. "Kan kalau logikanya, di tempat yang sudah ada normalisasi, harusnya tidak banjir," kata Anies.
Kendati demikian, Anies menyadari bahwa penanganan kawasan hulu tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa melibatkan pemerintah pusat.
"Saya berbicara juga dengan Pak Menteri PUPR, bahkan beberapa hari yang lalu dengan Bapak Presiden juga, soal percepatan bendungan-bendungan yang dibangun di kawasan hulu," kata Anies.
Baca juga: Jakarta Utara pastikan pompa air siap digunakan saat musim hujan
Baca juga: Petugas Pintu Air Manggarai bersiaga sejak sebulan lalu
Dengan upaya penanganan di hulu yang semakin cepat, Anies berkeyakinan banjir yang kerap melanda Jakarta bisa segera teratasi.
"Karena apapun yang kita kerjakan di hilir, apalagi dengan ada permukaan air laut yang tinggi, kecepatan air yang tinggi dengan volume besar tidak mungkin bisa dipompa dengan cepat sampai ke laut," katanya.
"Jadi kami dorong ke sana. Itu yang sedang kami lakukan, jangka panjangnya begitu. Dan kita bicara dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) untuk membereskan itu," kata Anies.
Namun, Anies menekankan pihaknya tidak meninggalkan pengelolaan di hilir. Pihaknya tetap melakukan upaya yang disebutnya naturalisasi dan juga akan melanjutkan program sodetan Ciliwung di Bidara Cina, Jakarta Timur.
"Sodetan di Bidara Cina, itu Alhamdulillah kami tidak teruskan banding. Kemudian PUPR juga tidak teruskan banding," katanya.
"Tujuannya untuk mempercepat bisa dieksekusi agar air tidak masuk ke sisi hilir di Jakarta yang selebar apapun sungainya, akan sulit menampung volume air sebesar itu," kata Anies.
Anies yang tanggal 16 Oktober 2019 genap menjabat Gubernur DKI Jakarta untuk dua tahun, kerap menyebut banjir di Jakarta karena kiriman air dari hulu yang tak terkendali.
Seperti pada 26 April 2019 ketika sebagian wilayah Jakarta terendam air, Anies menyatakan, air dan sampah kiriman menjadi penyebab utamanya. Apalagi hujan deras hanya terjadi di daerah hulu yang mengalir hingga ke Jakarta.
"Di titik banjir itu tidak ada hujan sebetulnya. Kita itu menerima air dari hulu ketika di sana hujannya deras," kata Anies di Jakarta, Jumat (26/4).
"Itu adalah contoh situasi banjir karena kiriman dari Selatan. Bukan hanya itu, petugas kebersihan ibu kota juga harus berjibaku menampung sampah yang luar biasa banyaknya," kata Anies.
Karena itu, Anies mengatakan bahwa sedang ada pembangunan dua waduk kering di Ciawi. Pembangunan waduk ini diharapkan bisa mengurangi atau setidaknya mengatur volume air yang mengalir hingga ke Jakarta.
"Sedang membangun Dam Dry di hulu ada dua bendungan Insyaallah selesai Desember. Jika selesai tahun ini volume aliran airnya bisa dikendalikan. Maka 30 persen potensi langsung akan turun," ujar dia kala itu.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019