Akademisi Universitas Paramadina Djayadi Hanan mengatakan terdapat sejumlah inkonsistensi dalam sistem pemilu serentak yang dipraktikkan di Indonesia saat ini.Ini ada percampuran dengan logika sistem parlementer
Dalam sidang uji materi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, Djayadi Hanan mengatakan inkonsistensi nampak dalam berlakunya ambang batas presiden yang menjadikan pemilu legislatif sebagai prasyarat untuk pemilu eksekutif.
"Ini ada percampuran dengan logika sistem parlementer," ujar Djayadi Hanan yang ditunjuk Mahkamah Konstitusi sebagai ahli dalam sidang uji materi Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7 Tahun 2017 itu.
Baca juga: Pemilu dipisah nasional dan lokal tak langgar prinsip pemilu serentak
Dalam logika sistem presidensial, tutur dia, mandat rakyat diberikan secara terpisah langsung kepada legislatif dan kepada eksekutif karena masing-masing independen.
Sistem presidensial dikatakannya tidak menghubungkan hasil pemilu legislatif dengan proses dan hasil pemilu presiden.
Hal itu berbeda dengan sistem parlementer, yakni pemberian mandat dari rakyat berlangsung satu arah, dari rakyat ke parlemen, kemudian dari parlemen kepada eksekutif.
Baca juga: Bawaslu: Perlu penelitian dampak pemungutan suara dilakukan serentak
Sebaliknya, ia mengatakan logika parlementer juga nampak dalam pemilu presiden, yakni partai atau gabungan partai dengan hasil tertentu dalam pemilu legislatif mencalonkan eksekutif.
Inkonsistensi selanjutnya adalah terdapat pencampuran variabel sistem pemerintahan dan bentuk negara dengan asumsi penyertaaan pemilu legislatif daerah dianggap sebagai bagian dari pemilu serentak.
Pemilu eksekutif dan legislatif tingkat nasional disebutnya konsekuensi sistem pemerintahan, sedangkan pemilu tingkat lokal merupakan konsekuensi pilihan atas pengelolaan pemerintahan yang dipilih.
"Dengan kata lain, memasukkan pemilu lokal sebagai bagian dari konsistensi pelaksanaan sistem presidensial tidaklah relevan," ucap Djayadi Hanan.
Ia menegaskan pemilu serentak dalam konteks sistem presidensial hanya mencakup pemilu legislatif dan eksekutif tingkat nasional, sedangkan menyertakan atau tidak pemilu lokal sebagai bagian dari keserentakan hanyalah pilihan.
Baca juga: Pemisahan pemilu dan pilkada serentak ubah struktur undang-undang
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019