Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan, menteri berikutnya yang terkait dengan sektor perikanan harus bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih memberdayakan masyarakat kecil di kawasan pesisir.Sejauh ini manfaat yang diterima oleh nelayan terutama nelayan tradisional sangat minim bila dibandingkan dengan aktor lainnya dalam mata rantai perikanan
"(Menteri berikutnya) lebih serius dalam melindungi dan memberdayakan masyarakat perikanan dan pergaraman skala kecil," kata Abdul Halim kepada Antara, Minggu.
Menurut dia, sejauh ini manfaat yang diterima oleh nelayan terutama nelayan tradisional sangat minim bila dibandingkan dengan aktor lainnya dalam mata rantai perikanan.
Ia berpendapat bahwa penyebabnya adalah nelayan kerap hanya diposisikan sebagai kuli penangkap ikan tetapi tidak difasilitasi guna mendapatkan manfaat lebih misalnya melalui program yang intensif terkait pengembangan usaha pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan berbasis rumah tangga.
Selain itu, lanjutnya, pembangunan fisik yang telah digencarkan aktivitasnya di berbagai daerah dinilai tidak akan secara langsung berkontribusi terhadap kesejahteraan nelayan apabila tidak disertai dengan peningkatan layanan bagi masyarakat pesisir di Tanah Air.
Sebagaimana diwartakan, kebijakan pemerintah terkait dengan investasi di sektor kelautan dan perikanan perlu berorientasi terhadap kesejahteraan nelayan yang merupakan tulang punggung terhadap produksi pangan laut Nusantara.
Baca juga: Kebijakan investasi perikanan perlu orientasikan kesejahteraan nelayan
Baca juga: Kadin optimis kesejahteraan nelayan meningkat seiring kemajuan digital
"Secara umum, kebijakan Pemerintah di level nasional sangat memprioritaskan investasi. Tetapi pada saat yang sama, tidak memiliki orientasi perlindungan terhadap kehidupan nelayan, sebagai produsen utama pangan laut," kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Menurut Susan Herawati, akibat orientasi kebijakan tersebut, tercatat bahwa sekitar 25 persen dari penduduk miskin nasional adalah mereka yang menggantungkan hidupnya kepada sektor kelautan, antara lain kalangan nelayan yang selama ini mendiami pesisir dan pulau-pulau kecil.
Ia juga berpendapat bahwa hal lain yang mengancam keberlangsungan pangan laut adalah penambangan laut seperti penambangan pasir, minyak, dan gas, yang kerap dilegalisasi berdasarkan regulasi yang ada.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan bertekad bahwa pelayanan publik dan perizinan harus cepat dan tidak berbelit-belit agar tidak menghambat investasi dan kinerja dunia usaha sektor perikanan.
"Kecepatan melayani, kecepatan memberikan izin menjadi kunci bagi reformasi birokrasi," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Agus Suherman.
Baca juga: Pengamat: Ekonomi kerakyatan tingkatkan kesejahteraan nelayan
Baca juga: KKP lesatkan kesejahteraan nelayan perbatasan dengan akses permodalan
Menurut dia, tolak ukur dari pelayanan prima adalah cepat, terjangkau, terukur, sederhana, akuntabel, dapat diakses dengan mudah, inovatif dengan kompetensi SDM yang melayani dengan profesional.
Salah satu pelayanan publik yang diselenggarakan Ditjen PDSPKP adalah Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) yang diterbitkan guna menjamin mutu dan keamanan produk perikanan yang dihasilkan.
"SKP merupakan amanah Undang-Undang Perikanan sehingga wajib diikuti oleh seluruh pelaku usaha industri pengolahan hasil perikanan baik skala mikro kecil dan menengah besar," jelas Agus.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Apep Suhendar
Copyright © ANTARA 2019