"Satu jenis inflasi yang terus menggerus daya beli masyarakat adalah inflasi pangan atau yang lazim disebut volatile food inflation. Coba kita lihat, inflasi pangan Indonesia mencapai 5,49 persen (y-o-y) per September 2019, jauh di atas jenis inflasi lainnya," kata Ecky Awal Mucharam dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Untuk itu, ujar Ecky, diharapkannya baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah ke depannya dapat terus fokus untuk menekan istilah pangan.
Baca juga: BI Purwokerto: Komoditas pangan masih pengaruhi inflasi di Cilacap
Ia mengingatkan bahwa inflasi pangan merupakan hal yang sangat esensial di tengah masyarakat karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Menurut dia, bila inflasi pangan berada di dalam tingkat yang tinggi maka itu menandakan mahalnya bahan makanan yang dapat diakibatkan sejumlah faktor antara lain karena tidak tersedia di pasar.
Ecky juga menyoroti perlambatan pertumbuhan pendapatan negara yang dinilai juga bakal berdampak signifikan terhadap beban APBN serta berbagai variabel perekonomian lainnya.
Baca juga: Pengamat : Pemerintah berhasil jaga harga pangan stabil saat RamadhanBaca juga: Legislator tegaskan pengembangan teknologi produksi hortikultura nusantara
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan persoalan tingginya harga komoditas menjadi tantangan yang harus dihadapi pada periode awal ketika mulai mengemban amanah sebagai pejabat menteri.
Menko Perekonomian mengakui sempat kesulitan dalam menangani persoalan itu karena tidak adanya data mengenai produksi pangan yang memadai atau data soal luas lahan tanam yang tepat untuk mengambil keputusan secara benar.
"Intinya memang di Pertanian, dan permasalahannya soal data, kita jarang sepakat. Kalau data tidak disepakati, kesimpulannya lain-lain. Yang satu bilang (stok) kurang, di tempat lain, panennya banyak," katanya.
Baca juga: BI Purwokerto: Komoditas pangan masih pengaruhi inflasi di Cilacap
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019