Pengamat telekomunikasi mengharapkan bahwa pemerintah konsisten menerapkan aturan mengenai registrasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) agar tidak merugikan pelaku usaha dan konsumen.jangan di awal-awalnya saja terlihat bagus
"Perlu konsistensi penerapan aturan, jangan di awal-awalnya saja terlihat bagus. Apalagi keputusan itu diteken menjelang berakhirnya masa tugas para menteri," ujar Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha ketika dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, agar aturan itu konsisten dilaksanakan maka dibutuhkan kesiapan sistem untuk mengidentifikasi IMEI.
"Sistem harus jelas karena berhubungan dengan operator. IMEI itu tidak hanya ponsel, modem juga ada IMEI, dan semua hal yang berhubungan dengan GSM," ucapnya.
Baca juga: Pengamat: Pemerintah harus gencar sosialisasi teknis aturan IMEI
Ia menambahkan secara umum penerapan aturan mengenai registrasi IMEI dapat mendorong kinerja pajak.
"Secara umum, peraturan IMEI itu bagus karena dapat berkontribusi pada pajak," katanya.
Ia mengemukakan bahwa jumlah ponsel "black market" yang beredar diperkirakan mencapai 20 persen dari total pasar. Apabila dalam setahun sebanyak 50 juta unit beredar, maka terdapat 10 juta unit ponsel "black market" yang tidak membayar pajak.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menandatangani aturan registrasi nomor IMEI bersama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Aturan IMEI, dikatakan Rudiantara, berpotensi memberikan pendapatan senilai Rp2 triliun per tahun. Aturan tingkat menteri ini menggunakan Sistem Basis Data IMEI Nasional (Sibina), yang berada di bawah Kemenperin untuk mengidentifikasi keabsahan nomor IMEI yang berada di dalam negeri.
"Untuk memastikan pendapatan negara tidak terganggu dari (sektor) ponsel," kata Rudiantara saat penandatangan aturan IMEI di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Baca juga: Aturan IMEI dinilai perkuat industri telekomunikasi
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019