Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa sosok yang menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2019-2024 harus memenuhi berbagai kriteria ketat dan memiliki komitmen yang solid untuk mengembangkan aspek kebaharian Nusantara.Supaya kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mampu mewujudkan mandat Konstitusi
"Supaya kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mampu mewujudkan mandat Konstitusi, maka para menteri yang dipilih harus memiliki kriteria atau kualifikasi yang sangat ketat, khususnya pada Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi rumah bagi 2,7 juta nelayan tradisional Indonesia dan 3,9 juta perempuan nelayan," kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Selasa.
Susan memaparkan, kriteria ketat tersebut pertama adalah memiliki visi sekaligus komitmen kebaharian.
Baca juga: Kiara: Menteri Kelautan harus lampaui penenggelaman kapal
Selanjutnya, ujar dia, sosok yang terpilih sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan juga bukan pelaku atau terlibat dalam praktik korupsi, bukan pelaku atau terlibat dalam praktik perusakan lingkungan, bukan pelaku atau terlibat dalam praktik pelanggaran HAM serta bukan pelaku pelecehan terhadap perempuan.
Kemudian, lanjutnya, orang tersebut juga harus tidak memiliki konflik kepentingan dengan institusi lainnya, bukan pengurus aktif partai politik, dan memiliki komitmen untuk menjaga kedaulatan bahari Indonesia.
Ia juga menginginkan agar dalam pemilihan menteri kali ini, idealnya Presiden melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Komnas HAM, Komnas Perempuan dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para kandidat menteri dan rekomendasi dari lembaga-lembaga tersebut.
Sebelumnya, pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan, menteri berikutnya yang terkait dengan sektor perikanan harus bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih memberdayakan masyarakat kecil di kawasan pesisir.
"(Menteri berikutnya) lebih serius dalam melindungi dan memberdayakan masyarakat perikanan dan pergaraman skala kecil," kata Abdul Halim.
Menurut dia, sejauh ini manfaat yang diterima oleh nelayan terutama nelayan tradisional sangat minim bila dibandingkan dengan aktor lainnya dalam mata rantai perikanan.
Ia berpendapat bahwa penyebabnya adalah nelayan kerap hanya diposisikan sebagai kuli penangkap ikan tetapi tidak difasilitasi guna mendapatkan manfaat lebih misalnya melalui program yang intensif terkait pengembangan usaha pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan berbasis rumah tangga.
Selain itu, lanjutnya, pembangunan fisik yang telah digencarkan aktivitasnya di berbagai daerah dinilai tidak akan secara langsung berkontribusi terhadap kesejahteraan nelayan apabila tidak disertai dengan peningkatan layanan bagi masyarakat pesisir di Tanah Air.
Baca juga: Kiara: Industri ekstraktif tidak jamin kesejahteraan nelayan
Baca juga: Kiara: Proyek reklamasi berkontribusi ancam ruang nelayan
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019