• Beranda
  • Berita
  • DPRD Sulteng akan evaluasi penanganan pascabencana terkait data korban

DPRD Sulteng akan evaluasi penanganan pascabencana terkait data korban

23 Oktober 2019 17:59 WIB
DPRD Sulteng akan evaluasi penanganan pascabencana terkait data korban
Ketua DPRD Sulteng, Dr Hj Nilam Sari Lawira (ANTARA/Muhammad Hajiji)
 DPRD Sulawesi Tengah, akan memanggil seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) tingkat provinsi terkait penanganan pascabencana, khususnya mengenai data korban bencana penerima jaminan hidup, hunian sementara, husian tetap dan dana stimulan.

Ketua DPRD Sulteng, Dr Hj Nilam Sari Lawira mengemukakan evaluasi berkaitan dengan penanganan pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala serta sebagian Parigi Moutong menjadi salah satu agenda prioritas para wakil rakyat itu.

"InsyaAllah, tentu akan menjadi agenda DPRD Sulteng untuk mengevaluasi semua hal-hal yang terkait dengan rehabilitasi dan rekonstruksi penanganan pascabencana," katanya, di Palu, Rabu, saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai data-data tersebut dan mekanisme pendataan yang masih menjadi problem mendasar dalam penanganan pascabencana Sulteng.

Data korban dan data penerima jaminan hidup (jadup), huian sementara (huntara), hunian tetap (huntap) dan data penerima dana stimulan, menjadi salah satu yang paling dikritisi oleh para pihak meliputi Pasigala Centre, Sulteng Bergerak dan organisasi lainnya seperti Yayasan Sikola Mombine, Libu Perempuan, Forum Korban Gempa dan Tsunami Besusu dan Pesisir Kota Palu, Forum Likuefaksi Balaroa, Forum Likuefaksi Petobo, Forum Korba Gempa Palupi dan Puskud, Forum ROA Peduli, Perwakilan Perempuan Huntara dan forum warga lainnya dan LSM turut mengkritisi hal itu.

Baca juga: DPRD Sulteng harap dana Rp1,9 T penuhi kebutuhan korban bencana

Nilam Sari yang merupakan istri dari Bendahara Umum DPP NasDem Ahmad M Ali turut mengakui bahwa sistem pendataan atau mekanisme pendataan korban gempa, tsunami dan likuefaksi masih carut marut.

"Menurut saya sistem pendataan korban hingga ini masih carut marut. Sehingga di perlukan sistem pendataan yang harus terkoordinir dengan baik, dan jika perlu data korban dan semua data mengenai itu harus tersedia atau dibentuk dalam sistem digitalisasi sehingga publik bisa mudah mengakses," ujar Nilam Sari.

Politisi Partai NasDem itu menegaskan, idealnya mekanisme pendataan dan ketersediaan data harus satu pintu atau satu sumber database.

Olehnya, kata dia, dibutuhkan sinkronisasi dan koordinasi yang intens antarpemerintah mulai dari kabupaten/kota terdampak hingga provinsi, termasuk melibatkan NGO untuk menghindari tumpang tindih.

"Data itu harus satu sumber, database. Makanya koordinasi pemerintah sangat diperlukan utk pemutakhiran data. Karena data sangat berpengaruh terhadap penerima bantuan atau siapa yang nantinya akan menerima manfaat," kata dia.

Baca juga: Korban gempa : DPRD harus pro-aktif selesaikan masalah pascabencana

Sebelumnya, (DPRD), Kota Palu, Sulawesi Tengah, berencana memanggil organisasi perangkat daerah (OPD) terkait penanganan pascabencana utamanya, penyaluran dana jaminan hidup (jadup), relokasi korban dengan hunian tetap (huntap) dan hunian sementara (huntara) serta penetapan lokasi rawan bencana atau zona merah.

"Kita akan menggelar rapat dengar pendapat, yang dilaksanakan oleh Komisi Bidang Infastruktur dan Transportasi," kata anggota Komisi Bidang Infastruktur Muslimun, di Palu, Selasa (23/10).

Muslimun yang merupakan Ketua Fraksi NasDem atau Fraksi Restorasi di DPRD Palu menyebut, terdapat 11 OPD yang akan dipanggil oleh Komisi Bidang Infastruktur.

Pemanggilan OPD itu, didasarkan atas hasil temuan lapangan anggota DPRD Palu saat melakukan peninjau langsung korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang mengungsi di halaman Masjid Agung Darussalam Palu dan korban gempa dan likuefaksi di Balaroa di Kelurahan Duyu, Senin (21/10).

Berdasarkan peninjau legislator Palu, ditemukan bahwa korban gempa disertai tsunami Kelurahan Lere dan Kelurahan Baru masih bermukim di tenda-tenda di Halaman Masjid Agung Darussalam Palu.

"Pengungsi di Masjid Agung berjumlah sekitar 115 kepala keluarga, terdiri dari korban tsunami Kelurahan Lere dan Baru. Korban tsunami Kelurahan Baru sekitar 20 kepala keluarga di halaman masjid tersebut," kata Muslimun.

Selain itu, korban gempa dan tsunami tersebut, kata Muslimun mengeluhkan soal jaminan hidup, dan mekanisme pendataan jaminan hidup. Pengungsi juga mengeluhkan tentang dana santunan kematian, yang belum diterima karena buruknya mekanisme pendataan.

Baca juga: Menanti peran nyata legislator pulihkan Pasigala

 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019