Vonis hukuman untuk Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia, pemilik properti Wyndham Sundancer Lombok Resort, itu disampaikan majelis hakim yang diketuai Isnurul Syamsul Arief di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Rabu.
Selain pidana penjara, hakim membebankan terdakwa Liliana dengan pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Bila tidak dibayarkan hingga batas waktu yang telah ditentukan, terdakwa harus menggantinya dengan pidana penjara selama 3 bulan kurungan," ucapnya.
Baca juga: Pengacara dua WNA penyalahguna izin tinggal biang kerok suap imigrasi
Vonis hukuman untuk terdakwa Liliana ini lebih rendah darpada tuntutan jaksa KPK, yakni 2 tahun penjara dengan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Salah satu pertimbangan kuat hakim memberikan hukuman lebih rendah daripada tuntutan jaksa KPK karena melihat surat pimpinan KPK yang menyetujui pengajuan justice collaborator (saksi pelaku) terdakwa Liliana.
Oleh karena itu, terdakwa Liliana Hidayat dalam putusan majelis hakim dinyatakan terbukti bersalah sesuai dengan isi dakwaan jaksa KPK pada Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut, usai mendengarkan bersama-sama putusannya, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya menyatakan di hadapan majelis hakim menerima putusan tersebut dengan lapang dada.
Baca juga: Penyuap Rp1,2 miliar ke Imigrasi Mataram dituntut dua tahun penjara
"Karena kami sudah percaya kepada majelis hakim, apa yang menjadi keputusannya, itulah yang terbaik. Maka dari itu, setelah kami berunding dengan terdakwa, kami menyimpulkan menerima putusan tersebut dan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan," kata penasihat hukum terdakwa Liliana, Maruli Rajagukguk.
Menanggapi hal tersebut, jaksa penuntut umum KPK yang diwakilkan Taufiq Ibnugroho menyatakan pihaknya pikir-pikir dahulu terkait dengan putusan tersebut, mengingat hasil sidang hari ini masih akan menjadi laporan kepada pimpinan KPK.
"Izin yang mulia, kami dari jaksa penuntut umum masih pikir-pikir," kata Taufiq.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019