Inspirasi dari koleksi "Daur" masih berkesinambungan dengan tema-tema koleksi SMM sebelumnya yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup.
"Daur" tercipta dari keresahan SMM akan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang masih terjadi secara luas di berbagai aspek kehidupan.
"Daur pun memiliki tujuan yang serupa. Kami menyadari bahwa isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan merupakan hal yang sangat penting. Hanya tingkat kesadaran tinggi dari masyarakat yang mampu meredam laju kerusakan lingkungan," kata Chitra Subyakto, Founder & Creative Director SMM dalam siaran pers, Kamis.
Dengan tingginya pola konsumsi masyarakat termasuk untuk ritel mode, industri fesyen memiliki kontribusi terbesar terhadap polutan dan sampah di dunia.
Baca juga: Koleksi Jenahara dalam nuansa sporty gelaran Jakarta Fashion Week 2020
"Daur" berusaha mengkomunikasikan bahwa pelansiran koleksi mode pun dapat diciptakan lebih ramah lingkungan, dimulai dari proses kreatif hingga produksi.
Mengambil motif dari koleksi sebelumnya, tampilan busana "Daur" memanfaatkan teknik patchwork yang menggabungkan motif-motif dengan kombinasi kain.
Koleksi itu dibuat dengan memanfaatkan berbagai materi sisa hasil produksi SMM selama ini yang tetap memiliki kualitas tinggi untuk diciptakan menjadi koleksi baru.
Tak hanya itu, proses penciptaan koleksi "Daur" dilakukan dengan konsep ramah bumi, SMM menerapkan proses yang bertanggung jawab kepada seluruh pihak yang terlibat, mulai dari perajin kain hingga pelaksana produksi.
Ada 24 total tampilan dari koleksi SMM "Daur", sebagian besar terbuat dari bahan katun dengan bias warna marun, kunyit, indigo, hitam dan putih.
Baca juga: "Les Amities", kolaborasi Jenna & Kaia - Buttonscarves di JFW 2020
Busana "Daur" dibuat lebih santai dan kasual. Koleksi rintik-nya didominasi dengan modifikasi kebaya yang menjadi luaran (outer) yang terinspirasi dari kebaya panjang Sumatera.
Selain itu, garis desain menegaskan bentuk-bentuk yang asimetris dan terinspirasi dari bentuk baju bodo. Beberapa busana diciptakan untuk menyuarakan krisis iklim seperti masker, kantong belanja, tas botol minum dan aplikasi tulisan krisis iklim, menolak punah, jeda iklim, cinta laut dan cinta bumi.
Terdapat pula logo extinction rebellion pada aksesoris seperti kantong ponsel dan tas kecil (pouch) sebagai tanda komitmen SMM untuk bersama-sama menciptakan dunia yang lebih layak ditinggali bagi generasi yang akan datang.
"Sebagai salah satu pemasok jenis produk yang paling banyak dikonsumsi, industri mode pun memiliki andil. SMM ingin mengajak baik kreator maupun konsumen untuk menjadi pihak yang lebih bertanggung jawab dalam melakukan peran masing-masing," kata Cithra.
Ia juga menegaskan bahwa sebagai merk mode lokal yang menawarkan konsep slow fashion, SMM tidak hanya memperkenalkan keunggulan kualitas desain dan nilai estetika saja.
Lebih dari itu, slow fashion adalah sebuah konsep mode yang memperkenalkan esensi trendless dan timeless sehingga koleksi dapat berumur lebih panjang di tangan konsumen. Di samping itu, koleksi slow fashion juga diciptakan dalam kurun waktu yang lebih panjang karena kehati-hatiannya dalam proses produksi yang ramah lingkungan dan jumlah yang terbatas.
Sejauh Mata Memandang didirikan oleh Chitra Subyakto pada akhir 2014, sebuah label tekstil yang terinspirasi kekayaan alam dan budaya Indonesia. Sejauh Mata Memandang bekerja sama dengan para artisan dan perajin di berbagai sudut Indonesia seperti DKI Jakarta, Jawa, Bali, Sumba.
Baca juga: Dian Sastro hingga Adinia Wirasti di peragaan busana "upcycling"
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019