"Polanya mirip seperti dipilihnya Yohana Yembise, menteri PPPA dari perempuan dan keterwakilan dari Indonesia bagian Timur," kata pegiat perempuan dan juga peneliti di Cakra Wikara Indonesia Anna Margret di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan dalam memilih Bintang sebagai menteri memang terlihat ada prinsip inklusitas, namun sangat disayangkan hal itu hanya sampai simbolik saja.
Baca juga: Menteri PPPA apresiasi peran media atasi masalah anak dan perempuan
"Presiden hanya mengambil simbol-simbol besarnya saja, yaitu menteri perempuan dan dari Indonesia bagian timur, padahal PR utama Kementerian PPPA justru pada pemahaman isu riil di akar rumput yaitu terkait pemberdayaan perempuan," kata dia.
Pada hari-hari pertamanya menjadi menteri, Bintang mengusulkan program kerja di bidang kewirausahaan perempuan. Menurut Anna kewirausahaan perempuan memang penting, tapi ada hal yang lebih penting dalam perlindungan perempuan.
Dia berharap Bintang dapat mendobrak secara ideologis pandangan-pandangan terhadap perempuan selama ini.
Baca juga: Bintang Puspayoga yakin persoalan perempuan dan anak bisa teratasi
"Kementerian ini nomenklaturnya berat, dia harus melakukan pendobrakan secara ideologis," kata dia.
Bintang harus dapat membuka diri untuk mendengar suara-suara dari masyarakat sipil mengenai masalah-masalah perempuan.
Menurut dia, tidak masalah jika Menteri PPPA tidak mempunyai latar belakang atau memahami isu perempuan, selama menteri tersebut terus membuka diri maka dia dapat membawa Kementerian PPPA ke arah yang lebih baik.
"Contohnya Bu Linda Gumelar, dia adalah orang yang sangat terbuka dengan masukan dan dia adalah salah satu menteri PPPA yang bagus," kata dia.
Baca juga: Menteri PPPA ingatkan tidak ada celah korupsi
Baca juga: Pekerjaan rumah menanti Bintang Darmavati di KPPPA
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019