Dua orang perancang busana Indonesia berhasil mengolah kain batik celup yang diproduksi oleh pegiat kain Humbang Kriya, menjadi busana siap pakai (ready to wear) kelas dunia.
Adalah Nonita Respati pendiri label fesyen Purana dan desainer Windy Chandra yang berkolaborasi dengan Humbang Kriya, menciptakan busana ready to wear bertema "Laboring Love, Weaving Hope" yang tidak hanya bergaya namun juga ramah lingkungan.
Kedua desainer itu memamerkan rancangan mereka dalam peragaan busana yang menjadi bagian dari pagelaran Jakarta Fashion Week 2020.
Koleksi pakaian yang terdiri dari 34 tampilan dari Purana, dan 14 tampilan dari Windy Chandra, semuanya terbuat dari empat jenis kain produksi Humbang Kriya yaitu Humbang Shibori, Humbang Batik, Tenun Songket Humbang dan Humbang EcoPrint.
Humbang Kriya binaan Rumah Kreatif Sinar Mas tersebut merangkul pengrajin kain dari Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, menggunakan bahan dasar alami seperti katun, linen dan sutra. Sedangkan pewarna kain yang digunakan berasal dari kulit biji kopi, kulit jengkol, kayu meranti sisa pembuatan mebel, kulit kayu putih, daun jati, tanaman hisik-hisik dan sanduduk.
Di antara jenis-jenis kain Humbang Kriya, kain Humbang EcoPrint merupakan salah satu kain yang menjadi pilihan utama Purana dan Windy Chandra. Kain Humbang EcoPrint lebih banyak digunakan karena memiliki keunggulan seperti warna yang lebih kuat menyala dibandingkan dengan kain yang diwarnai dengan metode alami seperti Humbang Shibori atau Humbang Batiq.
Jenis kain Humbang Kriya lainnya yang menjadi favorit kedua perancang busana itu adalah Humbang Shibori yang menggunakan metode menyerupai batik celup.
"Saya sangat terinspirasi dari kain Humbang Shibori untuk menciptakan pakaian evening wear yang stylish namun ramah lingkungan," ujar Windy, di Jakarta Fashion Week, Kamis (24/10).
Windy yang mengangkat tema "Midnight in Manhattan", ingin menunjukkan bahwa kain tradisional juga dapat dikenakan oleh kalangan atas di kancah internasional.
"Dengan memilih warna seperti abu-abu, dusty purple, dusty yellow, serta dusty pink, saya membayangkan jenis kain Humbang dikenakan perempuan modern kelas atas di kota New York," tambah Windy.
Bagi Windy, mengolah kain Humbang menjadi busana pesta adalah satu tantangan tersendiri. Pasalnya, Windy merupakan desainer gaun pengantin dan kebaya custom, yang terbiasa mengolah kain dengan panjang melebih empat meter hanya untuk satu busana. Sementara itu kain yang diproduksi oleh Humbang Kriya memiliki panjang yang tidak lebih dari 2,5 meter.
Untuk mengatasi hal tersebut Windy menggunakan kombinasi bahan-bahan polos seperti satin duchesse, tulle dan organza.
Sama seperti Windy, Nonita dari Purana juga menyiasati terbatasnya bahan Humbang Shibori dengan kombinasi kain polos seperti organza, sutra, serta katun.
Mengingat label Purana berfokus pada busana siap pakai, cara ini bisa menjadikan harga jual lebih terjangkau hingga orang berminat membeli.
"Pada akhirnya kami ingin para pengrajin Humbang Kriya binaan Rumah Kreatif Sinar Mas ini mandiri berkat produksi yang terus jalan, memiliki daya jual dan menghasilkan profit," kata Nonita.
Lebih lanjut Purana kembali memilih Humbang Shibori karena jenis kain ini pernah dia gunakan pada koleksi sebelumnya yang kemudian banyak diminati oleh pembeli dari Kuwait.
"Saya sendiri terkejut, karena Kuwait yang selera pasarnya cenderung menyukai busana dengan beads, sekarang sudah beberapa kali repeat order Purana untuk koleksi yang menggunakan kain Humbang Shibori," ujar Nonita.
Midnight in Mahhattan
Windy berimajinasi bahwa kain Humbang Kriya digunakan oleh perempuan modern di Kota New York untuk berpesta. Imajinasinya itu dia tuangkan dalam 14 tampilan yang terdiri dari jumpsuit serta gaun berlengan oversized puff, jaket bomber beraksen renda, celana pipa, juga gaun midi yang dilengkapi petticoat sehingga memberikan efek mengembang kaku.
Windy juga menyajikan efek dramatis melalui oversized outer berbahan sutera yang melambai-lambai menyapu lantai ketika penggunanya berjalan.
Penggunaan lace bustier dipadu dengan kain Humbang sutera yang disulap menjadi celana palazzo memberikan kesan modern dan elegan. Windy juga menggunakan manik-manik di beberapa bagian busana rancangannya, sehingga menciptakan kesan mewah.
Kesan perempuan kelas atas dari New York ditampilkan Windy melalui sepatu bot yang terbuat dari bahan organza berhiaskan manik-manik berkilauan, yang dipadu dengan gaun midi dengan lengan puff super besar.
Roots
Bila Windy membayangkan perempuan kelas atas di Kota New York, Purana justru berusaha membumi dengan mengangkat tema "Roots" yang menunjukkan bahwa semua akan kembali ke akar yaitu alam.
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, Purana menampilkan 34 tampilan terdiri dari blazer, outerwear, aneka gaun longgar (loose dress), celana sarung (sarong pants), celana cigarette (cigarette pants), serta celana pendek. Purana banyak memakai rona warna alam seperti cokelat, hijau palem, kuning mostar (mustard) dan sedikit merah dari biji buah-buahan.
Padu padan pakaian longgar dan bertumpuk masih menjadi pilihan Purana untuk menampilkan kesan santai. Namun pemilihan kain seperti sutra dan organza menjadikan koleksi kali ini tampil elegan.
Nuansa santai dari pakaian ready to wear juga ditampilkan dengan padu padan topi floppy, sandal, kaca mata hitam, dan tas anyaman.
Beberapa busana Purana pada koleksi kali ini juga mengusung ide "hybrid outfit", yaitu satu pakaian dapat dikenakan dengan beberapa gaya berbeda.
Baca juga: Gaya hibrid Purana yang ramah lingkungan
Baca juga: Sejauh Mata Memandang luncurkan koleksi "Daur" di JFW 2020
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019