Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua melatih 23 guru dari 13 sekolah di tujuh kabupaten untuk melakukan screning/pemeriksaan gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja di sekolah.kebanyakan laki-laki mengalami gangguan perilaku
"Kegiatan ini baru pertama sekali di Papua, dan itupun tidak mengundang semua sekolah, hanya melibatkan 23 guru dari 13 sekolah yang ada di tujuh kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, Nabire, Timika, Biak dan Kabupaten Merauke," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Papua dr Aaron Rumainum di Jayapura, Selasa.
Menurut dia, pelatihan penanganan kesehatan jiwa untuk anak dan remaja dilakukan agar dapat menangani masalah-masalah gangguan jiwa anak dan remaja.
Ia menjelaskan, gangguan jiwa bisa dilihat dari masalah gangguan perilaku, masalah gangguan kecemasan, dan depresi. Dan momentum ini akan berlangsung kurang lebih seminggu.
Baca juga: Kecanduan gim HP, dua remaja Bekasi alami gangguan jiwa
Baca juga: Masa remaja paling rentan alami gangguan jiwa, kata psikiater
"Kebanyakan laki-laki mengalami gangguan perilaku, sementara perempuan itu lebih pada kecemasan dan perilaku hiperaktivitas," katanya.
Guru-guru yang diundang, kata dia, untuk mengikuti pelatihan ini yaitu guru-guru bimbingan konseling ini bisa melakukan screning kepada siswa-siswanya untuk mengetahui atau mendeteksi anak-anak ditingkat SMA ini mengalami masalah apa, gangguan perilaku, masalah kecemasan atau masalah hiperaktivitas atau pemusatan perhatian.
"Ada pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen itu untuk melakukan screning. Kami di Dinas Kesehatan Provinsi akan menindaklanjutinya di 2020 dalam penganggaran dan lewat dana BOK provinsi karena pelayanan ini bukan domainnya kabupaten/kota. Kabupaten dan kota mempunyai domain dari SD sampai SMP," ujarnya.
Sedangkan, menurut Aaron, karena SMA bukan domain kabupaten/kota maka Dinkes Papua yang mendukung tindak lanjuti dari kegiatan ini di 2020.
Baca juga: Remaja rentan alami gangguan jiwa akibat gim
Baca juga: "Bipolar disorder" rentan serang remaja
Ia mengungkap. ada penelitian tahun 2017 dimana gangguan jiwa itu prevalensi terbanyak terjadi pada usia 15-19 tahun, selanjutnya, pada usia 10-14 tahun.
'Kita punya anak-anak ini kan generasi penerus bangsa, kita punya harapan masa depan sehingga perlu ditangani," ujarnya.
Lingkungan pergaulan remaja dan faktor keluarga juga mempengaruhi kesehatan jiwa remaja.
"Dari keluarga itu kan bisa terbentuk remaja yang tahan terhadap tekanan-tekanan. baik di sekolah yakni tekanan belajar maupun tekanan kehidupan itu membuat remaja tidak bisa beradaptasi sehingga kemudian remaja itu bisa mengalami gangguan jiwa baik pada anak dan remaja," ujarnya.
Ia menambahkan, kegiatan ini dibiayai oleh dana dekonsentrasi dari Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Ganjar bujuk pemuda dengan gangguan jiwa agar mau dirawat
Baca juga: Belajar mencegah depresi seperti yang dialami Joker
Baca juga: Psikolog: Orang dengan masalah kesehatan mental butuh dukungan
Pewarta: Musa Abubar
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019