Nodeflux wakili Indonesia di CeBIT Australia

30 Oktober 2019 11:58 WIB
Nodeflux wakili Indonesia di CeBIT Australia
Nodeflux jadi pembicara resmi soal AI di CeBIT Australia yang berlangsung 29-31 Oktober 2019. (ANTARA/HO)
Perusahaan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) Nodeflux mewakili Indonesia sebagai pembicara resmi dalam forum pameran teknologi dunia, CeBIT, di Australia akhir bulan ini (29-31 Oktober 2019).

Sebelumnya, startup yang didirikan pada 2016 dan diperkuat para ahli AI sepenuhnya dari Indonesia ini juga dipercaya menjadi pembicara di acara World Summit AI 2019 di Belanda.

Nodeflux selama ini mengembangkan teknologi canggih yang dapat membantu pemerintah mewujudkan konsep Smart City secara efektif dan mendukung digital transformasi sejumlah sektor melalui platform teknologi bernama VisionAIre.

Melalui VisionAIre, Nodeflux menawarkan berbagai kemampuan berdasarkan pemindaian visual, seperti face recognition (mendeteksi pengenalan wajah), people counting (menghitung jumlah massa dalam satu area tertentu), license plate recognition (menangkap nomor plat mobil dari kamera CCTV), water level detection (mendeteksi pola pergerakan air dalam area tertentu), hingga face demography (mendeteksi gender dan umur berdasarkan karakteristik wajah penduduk).

Nodeflux mendorong pengaplikasian teknologi Vision AI ini secara luas, dengan bekerja bersama institusi-institusi penting seperti Jakarta Smart City, Polri, Jasa Marga, dan berpartisipasi dalam acara-acara internasional seperti Asian Games 2018 dan IMF-World Bank Group Summit 2018.

Baca juga: Teknologi pengenal wajah banyak dipakai untuk absensi kantor

Atas performa dan kontribusinya dalam mendorong kesuksesan konsep kota masa depan, perusahaan yang didirikan oleh Meidy Fitranto dan Faris Rahman ini mendapatkan anugerah SATU Indonesia Award 2018 dari PT Astra International Tbk untuk kategori teknologi.

“Adopsi AI telah menawarkan berbagai kemudahan dan efisiensi dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dalam membantu pemerintah mengatasi atau memonitor persoalan-persoalan sosial yang terjadi di masyarakat, seperti keamanan, kedisiplinan pengguna jalan, dan peringatan dini bencana alam,” kata Richard Dharmadi, Group Product Manager Nodeflux, dalam siaran pers, Rabu.

Salah satu kesuksesan Nodeflux adalah meningkatkan potensi penerimaan pendapatan Pemprov DKI Jakarta hingga Rp144 miliar melalui proyek uji coba (Proof of Concept) di satu kuartal tahun 2019.

Bekerja sama untuk mengembangkan konsep City 4.0, Pemprov DKI Jakarta memanfaatkan fitur Nodeflux, yaitu license plate recognition, pada enam titik CCTV di ibukota.

Fitur ini mendeteksi plat nomor mobil dan menyesuaikan datanya dengan sistem perpajakan, untuk mencari potensi pendapatan daerah yang selama ini tersembunyi lantaran tidak dibayarkan oleh wajib pajak.

Baca juga: Rajawali Foundation dan Nodeflux perkenalkan budaya bercerita

Adopsi Vision AI memiliki implementasi yang amat luas, setidaknya di lima industri besar di Indonesia, yakni perbankan, telekomunikasi, layanan kesehatan, e-dagang, dan fast-moving consumer goods (FMCG).

Menurut IDC Asia Pacific Enterprise Cognitive/AI Survey, 52 persen jajaran eksekutif di Asia Pasifik memilih mengadopsi AI karena kemampuannya dalam memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh dan lebih baik.

“Kami merasa senang karena Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dan implementasi teknologi AI dalam kehidupan sehari-hari. Ekosistem AI di Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar, apabila ada lebih banyak pemangku kepentingan yang berkolaborasi di dalamnya,” lanjut Richard.

Selain teknologi platform VisionAIre yang dikembangkan di beragam sektor, dalam kurun waktu dua tahun Nodeflux telah mendapatkan pencapaian global.

Nodeflux berhasil menjadi satu dari 24 perusahaan vision AI papan atas dunia, dan satu-satunya perusahaan Indonesia yang tergabung dalam Metropolis Software Partner Program (NVIDIA-MSPP) dan terdaftar dalam papan peringkat penilaian Face Recognition Vendor Test (FRVT) oleh National Institute of Standards and Technology (NIST) bulan September 2019.

Adopsi teknologi kecerdasan buatan menunjukkan tren yang positif di dunia industri. Berdasarkan studi berjudul IDC Asia Pacific Enterprise Cognitive/AI Survey pada Juli 2018, ditemukan bahwa tingkat adopsi AI di Asia tenggara mencapai 14 persen, naik 8 persen dari tahun sebelumnya.

Di Indonesia, sebanyak 24,6 persen organisasi bisnis telah mengadopsi kecanggihan AI, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat adopsi tertinggi dibandingkan negara-negara lain, seperti Thailand (17,1%) dan Singapura (9,9%).


Baca juga: Nodeflux lengkapi sistem verifikasi data perbankan lewat AI

Baca juga: Google akan buka pusat riset kecerdasan buatan di Paris

Baca juga: Startup Kata.ai tantang pemuda ciptakan solusi AI

Pewarta: Suryanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019