“Dengan adanya mekanisme dispute settlement ini memudahkan komunikasi antarnegara ASEAN apabila ada sengketa, sebelum melangkah ke level yang lebih tinggi,”
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menandatangani dokumen Protokol ASEAN tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa (ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism/EDSM) di Bangkok, Thailand, Kamis.
Dokumen tersebut ditandatangani para menteri ekonomi 10 negara anggota ASEAN. Penadatanganan tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 ASEAN.
“Dengan adanya mekanisme dispute settlement ini memudahkan komunikasi antarnegara ASEAN apabila ada sengketa, sebelum melangkah ke level yang lebih tinggi,” kata Agus kepada Antara.
Dikenal sebagai Protokol Vientiane yang pada 2004 telah diadopsi sebagai lampiran dari Bali Concord II, dokumen tersebut bertujuan memastikan implementasi perjanjian ekonomi dan resolusi cepat atas perselisihan ekonomi.
Sejak saat itu, menurut Agus, protokol itu terus berkembang dari semula 46 persetujuan menjadi 105 persetujuan.
“Jadi peningkatannya signifikan,” ujar Agus, yang belum lama dilantik sebagai menteri perdagangan Kabinet Indonesia Maju itu.
Salah satu kemajuan yang disetujui dalam dokumen yang baru ditandatangani tersebut adalah dikeluarkannya poin keluhan non-pelanggaran (non-violation complaints), yang dapat mengurangi jumlah kasus yang disengketakan.
“Jadi non-violation complaints bisa saja hanya assessment (penilaian) tetapi di atas kertas sebetulnya tidak melanggar aturan atau kesepakatan. Setelah poin itu dikeluarkan, sekarang (sengketa) dibatasi hanya pada hal-hal yang bisa dibuktikan melanggar perjanjian,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag RI Iman Pambagyo.
Iman menjelaskan bahwa kesepakatan Protokol EDSM akan menegaskan hak dan kewajiban yang sama bagi Indonesia maupun negara anggota ASEAN lainnya, termasuk untuk mengamankan berbagai produk ekspor ke kawasan Asia Tenggara.
“Misalnya untuk ekspor produk otomotif, pertanian, beberapa produk komponen elektronik yang digunakan di supply chain ASEAN supaya bisa lebih lancar ekspornya, sehingga perdagangan intra-ASEAN bisa lebih bagus,” katanya.
Bagi Indonesia sebagai negara terbesar dan paling beragam di kawasan ASEAN, potensi dari implementasi Protokol ESDM besar sekali. Namun, hal itu juga perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas produksi yang sesuai dengan standar yang berlaku di tingkat regional maupun global.
“Dengan adanya disiplin seperti ini kalau ada yang melanggar kita akan bawa ke proses sengketa. Mudah-mudahan ke depannya akan lebih baik lagi ekspor intra-ASEAN,” ujar Iman.
Baca juga: Penyelesaian RCEP bantu ASEAN kelola ketegangan perdagangan
Baca juga: ASEAN perkuat kerja sama antisipasi perang dagang AS-China
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2019